Bisnis.com, JAKARTA— Rencana penerbitan instrumen Dana Investasi Real Estate (DIRE) oleh PT Plaza Indonesia Realty Tbk.(PLIN) berpeluang menjadi lebih atraktif di tengah ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga. Pasalnya hal itu juga membuat sektor properti tampil lebih atraktif termasuk instrumen DIRE.
Analis Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial mengatakan, selama ini tidak banyak emiten yang menggunakan instrumen reksadana dire (reit) di Indonesia. Penggunaanya tidak sebanyak ditawarkan di Singapura yang pasar modalnya bergerak lebih maju.
Padahal, kata dia, penggalangan dana melalui DIRE lebih prospektif karena menawarkan bunga tetap yang bisanya rata-rata per 3 bulan. Sehingga dibandingkan ketergantungan pendanaan dari perbankan, emiten bisa melhat alternatif dari dire, dan investor retail pun juga bisa berpartisipasi.
Adapun sejauh ini, DIRE yang sudah ditawarkan kebanyakan masih berasal dari rencana grup Lippo, seperti yang ditawarkan oleh ciptadana aset manajemen.
Secara sederhana, DIRE merupakan konsep investasi yang mana manajer DIRE mengumpulkan dana dari investor untuk mengakuisisi aset properti komersial yang menjadi portofolio dari DIRE tersebut. Investor lantas memiliki unit penyertaan berdasarkan besaran investasinya yang mewakili kepemilikannya atas properti tersebut.
Dengan kepemilikan unit penyertaan, investor berhak untuk menikmati keuntungan dari hasil operasi atau penyewaan unit properti tersebut yang diberikan dalam bentuk dividen yield tetap per tahun yang akan dibayarkan per tiga bulan.
“Kalau Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan, sektor properti akan tambah menarik ya akibatnya dire menjadi atraktif. Jadi seharusnya PLIN bisa memanfaatkan peluang tersebut,” jelasnya Jumat (21/6/2019).
Senada, Direktur riset Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, rencana PLIN juga tidak terlepas dari keadaan pasar saat ini. Namun, akan menjadi kendala apabila ternyata tingkat suku bunga belum turun.
“Karena ini investasi properti, sehingga tentu menjual property harus melihat situasi dan kondisi. Apabila tingkat suku bunga kredit tinggi,tentu orang akan ogah membeli, dan ujung ujungnya properti akan terbengkalai yang menyebabkan cash flow menjadi tersendat,” jelasnya.
Sebaliknya, hal itu akan menjadi menarik apabila nantinya tingkat suku bunga mengalami penurunan, karena properti yang akan diinvestasikan memberikan potensi keuntungan.
Sementara itu, analis reliance sekuritas, Kornelis Wicaksono mengatakan instrumenI DIRE sesungguhnya menarik karena membuat investor bisa fokus investasi pada satu aset aja, yaitu underlying DIRE tersebut. Membandingkan dengan membeli saham emiten yang tidak akan fokus satu aset sebab biasanya emiten properti memiliki lebih dari satu sumber pemasukan.
Namun, sejauh ini, untuk DIRE di Indonesia underlying assetnya adalah properti yang mendapatkan recurring income. Sehingga justru di tengah potensi penurunan suku bunga, maka membeli saham emiten properti lebih menarik ketimbang membeli DIRE.
Potensi penurunan suku bunga hanya berdampak positif kepada perusahaan properti yang menjual residensial rumah tapak dan apartemen.
“Namun perusahaan properti ada sumber pendapatan lain yaitu dari recurring income aset tetap seperti hotel dan mall. Nah penurunan suku bunga tidak akan berdampak ke recurring income tersebut,” jelasnya.
Untuk DIRE, sejauh ini yang di Indonesia underlying assetnya adalah properti yang mendapatkan recurring income. Sehingga, kata dia di tengah potensi penurunan suku bunga, maka membeli saham emiten properti lebih menarik ketimbang membeli DIRE.
Sementara Analis MNC Sekuritas Rudi Suthong mengatakan pengalihan saham treasury menjadi DIRE bergantung pada jenis aset akan diinvestasikan. Menurutnya, jika melihat DIRE tersebut ke dalam aset properti yang memilikirecurring income cukup baik, maka ada potensi sentimen positif terhadap kinerja PLIN.