Bisnis.com, JAKARTA - Emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk. menangkap peluang kenaikan permintaan dari Amerika Serikat terhadap produk tekstil sebagai dampak dari perang dagang AS-China.
Direktur Keuangan Sritex Allan M Severino mengatakan, salah satu strategi perseroan tahun ini yakni meningkatkan pangsa pasar ekspor. Emiten dengan kode saham SRIL ini mengincar kontribusi ekspor dapat meningkat menjadi 62%-65% terhadap penjualan tahun ini.
Hingga kuartal I/2019, penjualan ekspor mencapai US$190,08 juta atau berkontribusi 60% terhadap penjualan bersih perseroan sebesar US$316,8 juta. Asia berkontribusi 37% terhadap penjualan bersih perseroan, diikuti Eropa 9%, Amerika Serikat 7%, serta Uni Emirat Arab, Afrika, dan Australia sebesar 7%. Adapun, 40% lainnya berasal dari penjualan domestik.
Allan menjelaskan, perseroan terus memperluas pasar ekspor di antaranya dengan meningkatkan penjualan ke Afrika, Jepang, dan Amerika Serikat. Apalagi, perang dagang AS-China memberikan peluang kepada Indonesia untuk meningkatkan ekspor tekstil ke AS.
"Angka dari Amerika Serikat meningkat cukup tajam sebagai dampak dari trade war," terang Allan, Selasa (18/6/2019).
Wakil Presiden Direktur Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan, kenaikan permintaan dari AS sudah terlihat mulai awal tahun ini. Kenaikan permintaan dari AS diperkirakan sekitar 20%.
Baca Juga
"Di Kuartal II mungkin belum terlihat [kenaikan kontribusi AS]. Baru akan terlihat di akhir kuartal IV," katanya.
Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam mengatakan, penjualan ke Amerika Serikat mencapai US$58 juta pada 2018. Dia memperkirakan, penjualan ke AS dapat bertambah sekitar US$25 juta-US$30 juta pada tahun ini sebagai dampak perang dagang.
AS menjadi pasar produk benang dan pakaian jadi dari perseroan. Perseroan memasok untuk sejumlah merek ternama seperti Disney, Costco.
Seiring dengan kenaikan permintaan tersebut, perseroan telah mengantisipasinya. Salah satunya, dengan rencana ekspansi melalui akuisisi pabrik.
Perseroan mengincar pertumbuhan pendapatan sekitar 15% dan laba bersih sebesar 5% pada 2019. Mengacu pada realisasi 2018, maka perseroan mengincar pendapatan sekitar US$1,19 miliar dan laba tahun berjalan sebesar US$88,79 juta pada 2019.