Bisnis.com, JAKARTA - Emiten produsen cetakan sarung tangan karet, PT Mark Dynamics Indonesia Tbk. berpeluang meningkatkan penjualan ekspor ke Malaysia sebesar 6%-7% karena perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Presiden Direktur Mark Dynamics Indonesia Ridwan Goh menjelaskan, kenaikan tarif impor yang diberlakukan AS atas produk China dari 10% menjadi 25%, akan menggeser peta pasar sarung tangan AS. Pemasok utama sarung tangan akan bergeser dari China ke Malaysia sebagai produsen sarung tangan karet terbesar di dunia.
Saat ini pemasok global terbesar pasar sarung tangan yakni Malaysia 63%, diikuti Thailand 18%, China 10%, dan kontribusi langsung Indonesia hanya 3%. Sarung tangan Vinyl dan Nitrile produksi China saat ini menguasai 44% impor sarung tangan ke AS.
Dengan kenaikan bea masuk harga sarung tangan dari China menjadi tidak kompetitif. Hasil riset sebuah sebuah sekuritas di Malaysia rentang harga antara sarung tangan vinyl dan karet akan menyempit dari posisi saat ini dengan rentang diskon harga antara 75% hingga 130%.
"Perseroan diuntungkan dari perang dagang ini karena sebagai pemasok 35% pasar cetakan sarung tangan karet dunia, dengan pasar utama Malaysia, akan menerima permintaan yang lebih besar," katanya dikutip dari keterbukaan informasi pada Jumat (14/6/2019).
Ridwan menambahkan, secara umum perang dagang AS-China memang akan meningkatkan permintaan sarung tangan karet dari negara-negara pemasok seperti Malaysia. Hal ini juga berdampak pada penjualan ekspor cetakan sarung tangan karet perseroan ke Malaysia.
Baca Juga
Dia memperkirakan, penjualan ekspor ke Malaysia dapat meningkat sekitar 6%-7% jika implementasi tarif impor berjalan. Penjualan ekspor ke Malaysia mendominasi yakni sebesar 60% terhadap total penjualan ekspor perseroan.
"Ke MARK sendiri, [ini[ masa depan yang lebih prospek," katanya.
Namun demikian, peluang kenaikan penjualan ekspor ke Malaysia belum akan tercermin pada semester I/2019. Dia memperkirakan, kenaikan penjualan ekspor baru akan tercermin pada tahun depan.
Ridwan menjelaskan, kenaikan ekspor sarung tangan karet Malaysia ke AS tidak serta merta tercermin pada 2019. Sebab, ada masa peralihan bagi AS untuk mengalihkan permintaan ke negara-negara seperti Malaysia.
"Hal ini juga berdampak ke penjualan ekspor MARK ke Malaysia yang pada semester I/2019 belum akan terpengaruh dari perang dagang China-AS. Diperkirakan di tahun depan baru akan terlihat dampaknya," katanya saat dikonfirmasi.
Lebih lanjut, Ridwan optimistis kinerja semester I/2019 dapat mencapai 50% dari target yang dipasang. Perseroan memasang target pendapatan sebesar Rp360 miliar dan laba bersih Rp95 miliar pada 2019.
Hingga kuartal I/2019, perseroan merealisasikan pendapatan Rp88,06 miliar dan laba bersih Rp23,05 miliar. Pendapatan sebesar Rp79,92 miliar berasal dari penjualan ekspor.
"[Proyeksi semester I/2019] sekitar 50% dan masih on track," katanya.
Pada penutupan perdagangan Jumat (14/6/2019), saham MARK berada pada level Rp498, turun 2 poin atau melemah 0,40%. Meski demikian, secara year to date saham MARK telah menguat 25,44%. Saat ini saham MARK diperdagangkan pada PER 20,75 kali dan memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp1,89 triliun.