Bisnis.com, JAKARTA -- Emiten perkebunan, PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) memproyeksikan produksi crude palm oil (CPO) bakal mengalami pemulihan pada pertengahan 2019.
Head of Investor Relations PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) Michael Kesuma memprakirakan, titik terendah produksi ada pada Maret 2019. Penurunan produksi CPO telah menggerus persediaan perseroan.
Secara konsolidasi, SGRO mencatatkan produksi minyak sawit mencapai 77.281 ton, atau naik 14% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut ditopang oleh kebun yang berada di Sumatra dan Kalimantan, masing-masing mencetak kenaikan 12% dan 17%.
"Titik rendahnya, kami prediksi Maret lalu. Untuk Juni, kami berharap produksi bisa pulih karena adanya cuti panjang Lebaran," katanya, Rabu (12/6/2019).
Menurutnya, tren konsumsi cukup baik, khususnya dalam negeri karena harga sawit global yang relatif rendah akibat tekanan dari luar negeri, seperti kedelai dan bahan bakar minyak dunia.
Pada Maret 2019, SGRO mencatatkan harga jual rata-rata minyak sawit mencapai Rp6.925 per kg atau turun dibandingkan Maret 2018 yang sempat mencapai Rp8.141 per kg. Meskipun ada penurunan harga, SGRO optimistis bakal mencatatkan pertumbuhan pendapatan.
Baca Juga
Michael optimistis perseroan dapat membukukan pertumbuhan dibanding tahun lalu, didukung beberapa faktor seperti profil kebun, dan luasan menghasilkan yang bertambah.
Hingga Maret 2019, luas lahan kebun sawit yang menghasilkan mencapai 121.453 ha, terdiri dari inti 73.200 ha dan plasma 48.253 ha. Selain itu, perseroan juga memiliki lahan sagu dan karet yang menghasilkan seluas 1.403 ha dan 72 ha.
Sampoerna Agro mencatatkan penurunan persediaan yang signifikan untuk produk unggulannya pada kuartal I/2019 sebesar 41% dari Rp229,59 miliar pada awal 2019 menjadi Rp136,42 miliar pada penghujung Maret 2019.
Budi Halim, CEO SGRO mengungkapkan, produksi Perseroan berhasil meningkat dibandingkan tahun lalu, volume panen pada kuartak I/2019 secara umum tidak besar karena siklus panen sawit berada pada level yang rendah. Oleh karena itu, penarikan persediaan pada periode ini cukup berdampak pada kinerja penjualan, terutama karena tren harga komoditas tahun ini masih jauhdi bawah tahun lalu.