Bisnis.com, JAKARTA—PT Visi Media Asia Tbk. menyebutkan rencana divestasi saham akan dilakukan bersamaan dengan private placement dengan total maksimal saham yang dilepas sebesar 25 persen.
Sekretaris Perusahaan VIVA Neil R. Tobing mengatakan dua aksi korporasi tersebut akan dilakukan setidaknya pada kuartal III/2019. Emiten berkode saham VIVA memutuskan dua aksi korporasi akan dilakukan bersamaan untuk menarik investor yang masuk. Pasalnya jika melalui private placement saja, maksimal kepemilikan investor hanya sebesar 10 persen.
“Mengerucut jadi 2—3 investor yang sedang dijajaki. Kalau kepemilikan cuma 10% kan nggak menarik. Mereka [investor] tidak punya keleluasaan,” jelasnya usai RUPS Rabu (29/5/2019).
Sebelumnya tujuan private placement yang dilakukan VIVA adalah menggalang dana segar yang sebagian besar digunakan untuk membayar utang dan menambah modal kerja perusahaan. VIVA akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 1,64 miliar saham baru atau 10 persen dari total modal yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perusahaan. Saham baru yang diterbitkan dengan nominal Rp100 per saham.
Adapun tahun ini VIVA masih memasang target konservatif dengan pertumbuhan single digit di atas Free to Air (FTA) nasional di kisaran 2 persen--3 persen untuk bottom line dan top line.
Padahal saat 2017 silam, VIVA memampu mencatat perolehan pendapatan sebesar Rp 2,77 triliun sementara pada tahun 2018 lalu, pendapatan VIVA sebesar Rp2,4 triliun.
Baca Juga
Adapun sepanjang kuartal I/2019, konglomerasi media milik Aburizal Bakrie ini masih mencatatkan kerugian bersih senilia Rp90,4 miliar. Penurun laba bersih juga sejalan dengan penurunan pendapatan (-16,4 persen) dibandingkan periode yang sama tahun lalu dari Rp625 miliar menjadi Rp523 miliar.
Hal itu dikarenakan beban program dan penyiaran yang masih tinggi akibat tidak adanya konten lokal dan lebih banyak menggunakan serial internasional. Namun, selama semester pertama ini nantinya, VIVA masih akan memperoleh tambahan pendapatan dari iklan pemilu.
Sepanjang 2018 Menjadi tahun penuh tantangan bagi industri televisi free-to-air (FTA) di Indonesia. Berdasarkan estimasi Media Partners Asia, belanja iklan televisi hanya sedikit meningkat, dengan laju pertumbuhan sebesar satu digit saja dan itu pun di angka yang rendah, yakni 2,6 persen.
Sementara itu persaingan media digital terus meningkat sejalan dengan perubahan pola konsumsi media di lingkup global. Saat ini menurut survei Nielsen lebih dari 95 persen pemirsa media di Indonesia terbiasa mengonsumsi media secara bersamaan melalui lebih dari satu saluran, yaitu televisi dan internet.
Presiden Direktur PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), Anindya Novyan Bakrie mengungkapkan, sejalan dengan geliat revolusi digital di Indonesia, industri televisi FTA harus mampu mempertahankan bisnis secara berdampingan. Asalkan, televisi FTA bisa menyajikan konten menarik dan relevan yang dapat dinikmati di berbagai platform, sehingga menambah jangkauan pemirsa.
"Dapat saya pastikan bahwa VIVA tidak menutup mata dalam menghadapi tantangan-tantangan ini. Faktanya, selama beberapa tahun terakhir kami telah melakukan persiapan guna menyambut revolusi digital," ujar nya.