Bisnis.com, JAKARTA—PT Indo Tambangraya Megah Tbk. telah memulai transformasi digital untuk meningkatkan kinerja perseroan dan mendukung perseroan untuk memperluas ke bisnis-bisnis baru yang potensial di tengah fluktuasi harga komoditas batu bara.
Berdasarkan laporan keuangan yang dikutip dari laman resmi perseroan, Selasa (14/5/2019), Indo Tambangraya Megah membukukan pendapatan US$453,02 juta pada kuartal I/2019. Realisasi itu naik 19,77% dari US$378,24 pada kuartal I/2018.
Akan tetapi, beban pokok pendapatan perseroan tercatat naik lebih tinggi secara tahunan pada kuartal I/2019. Jumlah yang dikeluarkan emiten berkode saham ITMG itu naik 34,51% dari US$267,19 juta pada kuartal I/2018 menjadi US$359,41 juta per akhir Maret 2019.
Kenaikan juga terjadi di sisi beban penjualan perseroan. Pos pengeluaran itu melejit 69,53% dari US$17,56 juta pada kuartal I/2018 menjadi US$29,77 juta pada kuartal I/2019.
Dengan demikian, ITMG membukukan laba bersih US$39,74 juta per 31 Maret 2019. Pencapaian itu turun 31,64% dibandingkan dengan US$58,13 juta pada kuartal I/2018.
Direktur Keuangan Indo Tambangraya Megah Yulius Gozali menjelaskan bahwa permintaan batu bara pada kuartal I/2019 melemah dari biasanya. Kondisi itu, menurutnya, akibat cuaca dan perlambatan ekonomi.
Baca Juga
Dari sisi pasokan, lanjut dia, curah hujan yang rendah di Indonesia memicu produksi batu bara yang tinggi. Akibatnya, harga batu bara turun secara global.
Di tengah penurunan harga batu bara, Yulius menyebut perseroan masih mampu membukukan pertumbuhan pendapatan bersih 20% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pencapaian itu ditopang kenaikan volume penjualan sebesar 36%.
Kendati demikian, dia memaparkan laba bersih perseroan turun 33% secara tahunan pada kuartal I/2019. Harga jual batu bara yang turun 15% menjadi US$71,1 per ton pada kuartal I/2019 serta kenaikan biaya akibat nisbah kupas atau stripping ratio menjadi penyebab.
“Dengan rata-rata harga jual dan biaya yang lebih tinggi, marjin laba kotor tercatat 21% berbanding 29% pada kuartal pertama tahun lalu sedangkan earning before interest and taxes [EBIT] pada periode ini turun 35% menjadi US$57 juta,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (14/5/2019).
Yulius melaporkan perseroan menjual 6 juta ton batu bara pada kuartal I/2019. Komoditas itu dikapalkan ke China 1,9 juta ton, Jepang 1,1 juta ton, Indonesia 0,6 juta ton, India 0,5 juta ton, Bangladesh 0,5 juta ton, Thailand 0,4 juta ton, dan negara-negara lain di Asia Timur, Selatan, serta Tenggara.
ITMG menghasilkan 5,8 juta ton pada kuartal I/2019. Sepanjang tahun ini, volume produksi yang dibidik sebanyak 23,6 juta ton dengan target penjualan 26,5 juta ton.
“Dari angka [target] itu 78% sudah terjual,” imbuhnya.
Perseroan menyatakan melihat potensi signifikan untuk menggunakan teknologi, kemampuan digital, dan pola pikir untuk menciptakan nilai lebih bagi para pemegang saham. Oleh karena itu, perseroan telah memulai transformasi digital.
Transformasi digital ditujukan untuk meningkatkan teknologi, pola pikir, dan organisasi perseroan untuk melakukan inovasi cara kerja, meningkatkan produk dan layanan, dan memperluas ke bisnis-bisnis baru yang potensial.
“Kami percaya hasil transfomasi digital menjadi kunci inti kompetensi untuk menjalankan strategi-strategi kami dalam tahun-tahun mendatang,” tuturnya.
Secara terpisah, analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menilai secara keseluruhan kondisi ini menggambarkan tantangan yang akan dihadapi oleh emiten-emiten di sektor pertambangan batu bara.
Produsen menghadapi harga jual yang masih cenderung turun namun beban produksi cenderung naik.
“Terutama dari biaya bahan bakar, suku cadang, penyusutan, dan lain-lain,” paparnya.