Bisnis.com, JAKARTA — PT Vale Indonesia Tbk. menyiapkan sejumlah strategi untuk membalikkan posisi kerugian yang dibukukan perseroan pada kuartal I/2019.
Pada kuartal I/2019, Vale Indonesia melaporkan pendapatan US$126,42 juta. Nilai itu lebih rendah 25,83% dari US$170,45 juta pada kuartal I/2018. Dari situ, perseroan membukukan rugi bersih US$20,16 juta pada kuartal I/2019 atau berbalik dari laba US$6,83 juta pada kuartal I/2018.
Turunnya penjualan, menurut manajemen, disebabkan oleh volume produksi dan harga realisasi rata-rata yang lebih rendah dari periode sebelumnya. Produksi kuartal I/2019 tercatat lebih rendah sekitar 36% dibandingkan produksi kuartal IV/2018.
Saat dihubungi, Head of Investor Relations and Treasury Vale Indonesia Adi Susatio menjelaskan bahwa kinerja kuartal I/2019 dipengaruhi oleh level produksi yang lebih rendah. Hal itu akibat oleh pemeliharan terencana terkait Larona Canal Project dan isu di Furnace 4.
Akan tetapi, Adi menyebut pihaknya telah memiliki rencana ke depan. Menurutnya, perseroan memiliki dua proyek green field Bahadopi, Sulawesi Tengah dan Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
“Proyek di Bahadopi untuk nickel iron pig sedangan di Pomalaa untuk produksi bahan baku baterai mobil,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (13/5/2019).
Baca Juga
Selain itu, sambungnya, emiten berkode saham INCO itu juga memiliki rencana di Sorowako. Perseroan akan menaikkan kapasitas menjadi 90.000 ton nikel dalam matte pada 2022.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, perseroan menganggarkan belanja modal US$165 juta pada 2019. Rencana itu naik dua kali lipat dari US$83 juta pada 2018.
Perseroan akan menggunakan kas internal sebagai sumber pendanaan belanja modal 2019. Pasalnya, INCO mampu menghasilkan laba sekitar US$60 juta pada 2018.