Kurs Jisdor Melemah 15 Poin, Rupiah Loyo di Pasar Spot

Bisnis.com, JAKARTA - Kurs rupiah menyentuh posisi Rp14.362 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, Senin (13/5/2019).

Data yang diterbitkan Bank Indonesia pagi ini menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.362 per dolar AS, melemah 15 poin atau 0,1 persen dari posisi Rp14.347 pada Jumat (10/5).

Adapun berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau melemah 41 poin atau 0,29 persen ke level Rp14.368 per dolar AS pada pukul 10.03 WIB dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Jumat (10/5), nilai tukar rupiah mampu berakhir terapresiasi 33 poin atau 0,23 persen di level Rp14.327 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah mulai tergelincir dari penguatannya terhadap dolar AS setelah dibuka terdepresiasi 8 poin atau 0,06 persen di posisi 14.335. Sepanjang perdagangan pagi ini, kurs rupiah bergerak di kisaran Rp14.335-Rp14.368 per dolar AS.

Sementara itu, pergerakan indeks dolar Amerika Serikat (AS) yang mengukur kekuatan mata uang dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia, pagi ini terpantau turun 0,015 poin atau 0,02 persen ke level 97,315 pada pukul 09.59 WIB, dari level penutupan sebelumnya.

Pergerakan indeks dolar sebelumnya dibuka turun 0,03 persen atau 0,030 poin di posisi 97,300, setelah pada perdagangan Jumat (11/5) ditutup melemah 0,04 persen atau 0,043 poin di level 97,330.

Sepanjang perdagangan pagi ini, indeks dolar AS bergerak di level 97,262 – 97,342.

Perundingan dagang antara pemerintah AS dan China pada akhir pekan lalu dikabarkan menghadapi kebuntuan tanpa kesepakatan.

Pemerintah AS menuntut adanya janji perubahan yang konkret terhadap undang-undang China, sedangkan pihak Beijing menyatakan tidak akan mau menelan "buah pahit" yang merugikan kepentingannya.

Masafumi Yamamoto, kepala strategi valas di Mizuho Securities di Tokyo, mengatakan reaksi mata uang secara keseluruhan bergerak terbatas di tengah konflik perdagangan AS-China.

"Hal tersebut juga dikarenakan faktor yang mendukung harapan adanya penyelesaian akhir perang dagang, yaitu kemungkinan pertemuan presiden kedua negara di G20," ujar Masafumi seperti dikutip dari Reuters.

Sumber: Bank Indonesia