Bisnis.com, JAKARTA – Emiten penyedia layanan telekomunimasi triple play, PT First Media Tbk. menyatakan belum akan mampu membalikkan kerugian pada tahun lalu di 2019.
Presiden Direktur First Media Harianda Noerlan menyampaikan, tahun ini emiten berkode saham KBLV tersebut menargetkan pendapatan sebesar Rp220 miliar sambil mengupayakan pemulihan secara bertahap.
“Tentunya kami akan pulih pelan-pelan. Memang hampir tidak mungkin, dengan melihat situasi dunia usaha, untuk me-recover rugi Rp4,18 triliun itu pada tahun ini [2019],” kata Harianda dalam penyampaian paparan publik First Media di Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Adapun, target pendapatan tersebut diharapkan datang dari pendapatan entitas anak dengan komposisi kontribusi dari PT First Media News yang menyediakan konten dan berita sekitar Rp105 miliar, PT Prima Wira Utama yang menyediakan infrasttruktr telekomunikasi inbuilding sekitar Rp95 miliar, dan dari penyewaan beberapa gedung sekitar Rp20 miliar.
Harianda mengklaim, beberapa pendapatan yang masih stabil dan cenderung terus meningkat dari anak-anak usaha tersebut diharapkan tetap dapat menopang pendapatan perseroan pada tahun ini.
Untuk merealisasikan target pendapatan tersebut, Harianda menyampaikan emiten Grup Lippo tersebut bakal mendatangkan belanja modal sebesar Rp8,7 miliar dari PT Prima Wira Usaha.
“Jadi, operasional dari anak usaha juga akan memberikan operating income positif pada 2019. Kalau kita ingin membalikkan posisi rugi yang Rp4,1 triliun itu, memang masih belum bisa tahun ini,” imbuh Harianda.
Adapun, potensi kontribusi kerugian terbesar pada tahun ini disampaikan masih bakal berasal dari sisa-sisa perangkat Bolt yang sudah tidak terpakai. Kendati nantinya barang-barang tersebut akan dijual, namun nilainya telah susut karena merupakan barang bekas.
Harianda menambahkan, perseroan masih belum ada rencana untuk melakukan aksi korporasi atau mencari pendanaan lewat pasar modal.
Adapun, menurut Laporan Keuangan per Desember 2018, KBLV mencatatkan rugi tahun berjalan sebesar Rp4,18 miliar, atau naik 180,53% dari posisi rugi pada 2017 yang sebesar Rp1,49 miliar.
Sementara itu, rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk juga anjlok 217,27% menjadi Rp3,49 triliun secara yoy dari posisi rugi sebesar Rp1,10 triliun pada 2017.
Selanjutnya, EBITDA tercatat jatuh 6,05% menjadi Rp666 miliar dari Rp628 miliar pada tahun sebelumnya.
Untuk pendapatan, perseroan mencetak penurunan sebesar 8% menjadi Rp901 miliar secara yoy dari Rp982 miliar pada 2017.
BELUM INGIN MATI
Kerugian yang sedemikian dalam pun disebabkan oleh pencabutan izin Bolt yang dioperasikan oleh entitas anak KBLV, PT Internux, oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi pada Desember 2018.
Adapun PT Internux berkontribusi sekitar 80% terhadap pendapatan konsolidasi KBLV. PT Internux pun masih harus membayar kewajiban sesuai dengan homologasi sekitar Rp5,4 triliun dalam jangka waktu 10-30 tahun ke depan.
Selain itu, perseroan juga akan berkomunikasi dengan para kreditur untuk meminta penjadwalan ulang waktu pembayaran utang-utang lain yang belum dibayarkan oleh PT Internux sebelum izin Bolt dicabut.
“Ke depannya, dengan kerugian sedemikian besar tentu banyak yang bertanya bagaimana kami mempertahankan kelangsungan usaha. Kami sekarang belum ingin mati karena kami masih memiliki anak-anak usaha yang masih menghasilkan,” tutur Harianda.