Bisnis.com, JAKARTA — Penundaan Brexit untuk yang kedua kalinya oleh Uni Eropa seharusnya menjadi momentum penguatan untuk pound sterling melawan dolar AS. Namun, fakta yang terjadi pound sterling justru bergerak cenderung stabil terhadap greenback.
Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa persetujuan perpanjangan ini memberikan kelegaan sementara di pasar keuangan, karena setidaknya memberikan kepastian dan ruang bagi Inggris untuk meramu kesepakatan transisi pasca Brexit.
"Kesepakatan transisi ini penting agar ekonomi Inggris tidak terguncang keras akibat keluar dari Uni Eropa, dan ini sesungguhnya positif untuk pound sterling," ujar Ariston saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (11/4/2019).
Pound sterling berpeluang memperkuat penguatannya di tengah tidak adanya data ekonomi Inggris. Hal tersebut juga akan terjadi jika pertemuan antara Perdana Menteri Theresa May dengan pemimpin oposisi dari Partai Buruh, Jeremy Corbyn, dapat mencapai kesepakatan alternatif terkait Brexit.
Namun, jika masih terjadi kebuntuan, pound sterling berpeluang untuk berbalik turun dan bisa menyentuh level sekitar US$1,27 per pound sterling.
Adapun, Donald Tusk, Presiden Komisi Uni Eropa, menyetujui pelaksanaan Brexit akan kembali diundur hingga 31 Oktober 2019. Dikutip melaui cuitan dari akun resmi twitter miliknya, Tusk menyebutkan Inggris masih memiliki waktu 6 bulan untuk merumuskan solusi terbaik.
Di sisi lain, terkait dengan kemungkinan terjadi pemilihan umum untuk menggantikan Perdana Menteri Inggris saat ini Theresa May, Ariston menuturkan hal tersebut bisa jadi tidak akan menjadi katalis buruk bagi pound sterling.
Kalau pergantian Perdana Menteri terjadi, lanjutnya, tetapi Brexit sukses mencapai kesepakatan, kemungkinan tidak akan menjadi sentimen negatif untuk pergerakan pound sterling.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (11/4/2019) pukul 16.57 WIB, pound sterling bergerak melemah tipis 0,02% menjadi US$1,3088 per pound sterling.