Bisnis.com, JAKARTA -- MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) masih berpotensi mengalami kenaikan pada perdagangan Kamis (4/4/2019), di tengah berkurangnya persepsi risiko terhadap instrumen surat utang negara-negara berkembang.
"Namun, kami melihat bahwa kenaikan harga tersebut akan mulai terbatas, didukung total volume perdagangan kemarin yang lebih kecil daripada total volume perdagangan sebelumnya," kata Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra dalam riset harian, Kamis (4/4).
Dia memperkirakan pergerakan harga SUN hari ini akan lebih banyak dipengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Dari beberapa faktor tersebut, Made memproyeksi harga SUN cenderung mengalami kenaikan yang terbatas pada perdagangan hari ini. Dia masih menyarankan investor untuk tetap mencermati arah pergerakan harga SUN dengan melakukan strategi trading di tengah harga yang masih bergerak fluktuatif.
"Kami juga masih merekomendasikan seri-seri SUN dengan tenor pendek dan menengah sebagai pilihan di tengah kondisi pasar saat ini, yaitu seri FR0069, FR0053, FR0061, FR0070, FR0056, FR0059, FR0071, FR0058, dan FR0068," lanjutnya.
Pada perdagangan Selasa (2/4), imbal hasil SUN bergerak bervariasi dengan kecenderungan turun. Kondisi itu terjadi di tengah berkurangnya persepsi risiko terhadap instrumen surat utang negara-negara berkembang, seiring dengan optimisnya para investor terhadap kondisi ekonomi global pada saat ini.
Kenaikan harga SUN hingga 12 bps mendorong terjadinya penurunan imbal hasil sebesar 3 bps. Dari SUN seri acuan, penurunan imbal hasil terjadi pada keseluruhan seri dengan rata-rata penurunan 1 bps setelah mengalami kenaikan harga mencapai 7 bps.
Seri acuan dengan tenor 5 tahun dan 10 tahun mengalami penurunan yield hingga mendekati 2 bps, masing - masing ke level 7,117% dan 7,596%.
Sementara itu, seri acuan dengan tenor 15 tahun mengalami penurunan imbal hasil mendekati 1 bps ke level 8,02%. Adapun seri acuan bertenor 20 tahun mengalami penurunan imbal hasil terbesar di antara seri acuan lainnya, yaitu 1,5 bps ke level 8,128%.
Pergerakan tersebut didorong oleh menurunnya persepsi risiko yang tercermin pada penurunan angka Credit Deafult Swap (CDS), di tengah bertambahnya rasa optimis investor global terhadap pertumbuhan ekonomi global yang akan juga berdampak terhadap ekonomi negara-negara berkembang.
Beberapa data ekonomi global yang dirilis pada pekan ini memberikan sinyal bahwa kondisi ekonomi global semakin membaik, sehingga turut mempengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi. Di antaranya adalah rilis Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Maret 2019, baik di AS maupun China, di mana keduanya mengalami kenaikan dari posisi bulan sebelumnya.
PMI manufaktur AS tercatat naik ke level 55,3, sedangkan PMI manufaktur China meningkat menjadi 50,8 dan sekaligus nilai tertinggi sejak Juli 2018.
Di sisi lain, hasil positif dari pelaksanaan lelang penjualan sukuk negara serta penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdampak positif pada harga SUN di pasar sekunder. Pemerintah meraup dana senilai Rp8,03 triliun dari lelang penjualan sukuk negara, dengan total penawaran yang masuk mencapai Rp18,42 triliun.
Imbal hasil SUN dengan denominasi dolar AS juga menunjukkan penurunan yang terjadi pada keseluruhan seri SUN. Imbal hasil INDO24 mengalami penurunan 2 bps ke level 4,248%, didorong oleh adanya kenaikan harga hingga 10 bps.
Adapun yield INDO29 dan INDO44 ditutup turun, masing-masing sebesar 3 bps ke level 4,527% dan 5,274%.
Volume perdagangan surat berharga negara yang dilaporkan pada perdagangan kemarin menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan volume perdagangan sebelumnya, didukung oleh pelaksanaan lelang penjualan sukuk negara, yaitu senilai Rp13,61 triliun dari 51 seri.
Obligasi negara seri FR0078 menjadi SUN dengan volume perdagangan terbesar, yakni senilai Rp1,486 triliun dari 45 transaksi. Diikuti obligasi negara seri FR0068, yaitu senilai Rp999 miliar dari 34 kali transaksi.
Adapun Project Based Sukuk seri PBS014 menjadi sukuk negara dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp2,547 triliun dari 30 kali transaksi. Diikuti Project Based Sukuk seri PBS016 senilai Rp500 miliar dari 1 kali transaksi.
Adapun volume perdagangan surat utang korporasi yang dilaporkan mengalami penurunan dari perdagangan sebelumnya, yakni senilai Rp1,35 triliun dari 66 seri obligasi korporasi yang diperdagangkan.
Obligasi Berkelanjutan IV Sarana Multigriya Finansial Tahap VIII Tahun 2019 Seri A (SMFP04ACN8) menjadi surat utang korporasi dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp182 miliar dari 10 kali transaksi. Diikuti Obligasi Berkelanjutan II Maybank Finance Tahap II Tahun 2019 Seri A (BIIF02ACN2) dengan nilai Rp92 miliar dari 4 kali transaksi.
Obligasi Berkelanjutan IV Sarana Multigriya Finansial Tahap VII Tahun 2019 Seri A (SMFP04ACN7) menjadi sukuk korporasi dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp70 miliar dari 2 kali transaksi. Diikuti Obligasi Berkelanjutan I XL Axiata Tahap I Tahun 2018 Seri A (EXCL01ACN1) dengan nilai Rp60 miliar dari 2 kali transaksi.
Sementara itu, nilai tukar rupiah ditutup menguat terbatas sebesar 5,00 pts (0,15%) di level Rp14.220 per dolar AS. Penguatan ini terjadi di tengah bervariasinya arah perubahan nilai tukar mata uang regional.
Rupee India (INR) memimpin penguatan mata uang regional setelah naik 0,53%, diikuti rupiah Indonesua (IDR) dan peso Filipina (PHP) sebesar 0,11%.
Adapun yen Jepang (JPY) memimpin pelemahan mata uang regional, setelah terkoreksi 0,44%. Diikuti renminbi China (CNY) sebesar 0,13% dan won Korea Selatan (KRW) sebesar 0,11%.
Imbal hasil US Treasury dengan tenor 10 tahun ditutup dengan kenaikan di level 2,52%, sedangkan US Treasury bertenor 30 tahun naik ke level 2,93%.
Kenaikan imbal hasil US Treasury ini terjadi di tengah menguatnya kondisi pasar saham AS, di mana indeks saham utamanya mengalami kenaikan hingga sebesar 60 bps ke level 7895,55 (NASDAQ) dan sebesar 15 bps ke level 26218,13 (DJIA).
Adapun imbal hasil surat utang Inggris (Gilt) mengalami penurunan, baik di tenor 10 tahun maupun 30 tahun, masing-masing ke level 1,096% dan 1,621%. Imbal hasil dari surat utang Jepang juga menunjukkan penurunan hingga ke level -0,047%.