Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan meyakini penerbitan instrumen surat berharga negara (SBN) ritel di sepanjang tahun ini tak menimbulkan risiko pengetatan likuiditas perbankan.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Loto Srinaita Ginting mengungkapkan pemerintah menyerap pembiayaan sekitar Rp28 triliun melalui penerbitan sederet seri SBN ritel di sepanjang kuartal pertama 2019.
Sedangkan, dalam periode yang sama terdapat SBN ritel yang jatuh tempo bernilai Rp31 triliun. "Kalau dibilang SBN ritel begitu banyak menyerap dana, itu tidak benar. Dana yang dibayarkan pemerintah itu lebih tinggi daripada yang ditarik," ujarnya di Jakarta, Senin (4/1).
Di sepanjang 2019, pemerintah berencana menyerap pembiayaan bernilai Rp60 triliun-Rp80 triliun melalui penerbitan sepuluh seri instrumen SBN ritel.
Dari sepuluh rencana penerbitan tersebut, dua di antaranya dilakukan melalui instrumen SBN ritel yang dapat diperdagangkan yaitu Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan sukuk ritel. Sedangkan delapan seri lainnya merupakan instrumen SBN ritel yang tidak dapat diperdagangkan.
SBN ritel yang jatuh tempo di sepanjang tahun ini totalnya bernilai Rp 51,2 triliun. Artinya, secara neto tambahan penerbitan SBN ritel akan berkisar Rp 8,8 triliun-Rp 28,8 triliun. Nilai itu terbilang rendah apabila dibandingkan dengan dana pihak ketiga (DPK) perbankan senilai Rp5.401,9 triliun.
Outstanding SBN ritel beredar yang belum jatuh tempo sampai akhir Maret 2019 tercatat senilai Rp117 triliun.