Bisnis.com, JAKARTA — Keputusan rapat dewan gubernur The Fed dan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan masing-masing menjadi sentimen positif bagi kinerja pasar surat utang domestik.
Baik The Fed maupun Bank Indonesia (BI) sama-sama mempertahankan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini, masing-masing 2,25%-2,5% dan 6%. Kedua bank sentral tetap mempertahankan kebijakan suku bunganya dalam RDG tiga bulan terakhir secara berturut-turut.
Menyikapi hal tersebut, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun bergerak turun pada perdagangan Kamis (21/3/2019), ke level 7,557%. Ini merupakan penurunan yang terjadi dalam 9 hari perdagangan berturut-turut.
Bersama dengan itu, nilai tukar rupiah juga menguat 48 poin atau 0,34% ke level Rp14.410 per dolar AS har ini.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan bahwa kinerja pasar yang positif tersebut menunjukkan bahwa pasar merespons positif keputusan kedua bank sentral tersebut.
Apalagi, The Fed mengindikasikan adanya potensi tidak akan menaikkan suku bunga sama sekali hingga akhir tahun ini. Menurutnya, hal ini berpotensi menjadi faktor pendorong konsistensi penguatan pasar obligasi hingga sisa tahun ini.
Ramdhan menilai dengan sikap The Fed yang cenderung dovish, BI justru berpotensi untuk menurunkan suku bunganya tahun ini, setidaknya ke level 5,75%.
“Kalau BI benar-benar menurunkan suku bunganya, pasar obligasi kita akan semakin menarik bagi investor. Otomatis nanti likuiditas akan makin bagus dan investor asing akan menambah porsi kepemilikannya yang secara intensif akan menguatkan pasar kita,” tuturnya, Kamis (21/3).
Ramdhan mengatakan daya tarik pasar obligasi domestik memang sangat tinggi, sebab yield yang ditawarkan Pemerintah Indonesia masih merupakan yang tertinggi di Asia Pasifik. Di sisi lain, Indonesia masih memiliki peringkat surat utang yang bagus dengan predikat layak investasi.
Bila ditambah dengan realisasi damai dagang antara AS dan China, potensi bagi penguatan pasar obligasi domestik semakin tinggi. Hal ini didukung oleh stabilnya kondisi makro ekonomi domestik dan mencerminkan posisi fundamental Indonesia yang relatif kuat.