Bisnis.com, JAKARTA — Pada awal 2019 emiten rumah sakit telah mengumumkan sejumlah aksi korporasi yang akan akan dilakukan guna meningkatkan kinerja perseroan yang lebih sehat sepanjang tahun ini.
PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. pada awal tahun ini telah mengakuisisi saham dari dua rumah sakit yakni PT Gemilang Anak Sejahtera dan PT Bina Husada dengan nilai transaksi Rp269 miliar.
Selain itu, pada April atau paling lambat Mei 2019, emiten berkode saham MIKA tersebut akan mengoperasikan dua rumah sakit (RS) baru yang dibangun dengan nilai investasi Rp400 miliar.
Adapun, RS baru tersebut yakni RS Mitra Keluarga Bintaro dan RS Mitra Keluarga Jatiasih. Sementara itu, perseroan memiliki rencana membangun satu RS baru di Surabaya, Jawa Timur pada semester I/2019 dengan menggelontorkan dana Rp250–Rp300 miliar.
Investor Relation Mitra Keluarga Karyasehat Aditya Widjaja menjelaskan bahwa pada tahun ini perseroan akan menambah layanan untuk peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada dua RS baru tersebut.
Selain untuk menambah kontribusi pendapatan kepada perseroan, strategi tersebut merupakan langkah untuk meningkatkan jumlah pasien pada kedua rumah sakit yang beroperasi.
“Karena masih di tahun awal karena pasti rumah sakit tidak sekali buka langsung ramai, butuh waktu, karena memang rumah sakit masih baru kita harus masih building patient base-nya dulu,” ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (14/3/2019).
Perseroan menargetkan tambahan kontribusi terhadap revenue konsolidasi 1%—2% dari pengoperasian kedua rumah sakit tersebut, namun untuk pertumbuhan bisnis, Aditya menjelaskan berkisar high single digit.
Pada awal tahun, kata Aditya, Mitra Keluarga mendapatkan kenaikkan jumlah pasien rawat inap yang ditangani. Kenaikkan pasien rawat inap pada periode Januari dan Februari 2019 sebesar 15%—30% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dia menjelaskan bahwa kenaikkan signifikan pasien rawat inap pada beberapa RS Mitra Keluarga disebabkan oleh wabah penyakit demam berdarahdengue (DBD).
“Ada rumah sakit yang di Cibubur dan Depok itu cukup tinggi [kenaikkan jumlah pasien] karenaimpact DBD-nya cukup tinggi di daerah situ, tapi selain itu rumah sakit lain walaupun bukan DBD tapi traffic-nya ternyata naik,” ungkapnya.
PT Royal Prima Tbk. berencana memperluas jaringan rumah sakit guna meningkatkan kinerja perseroan pada 2019.
Michael Mok Siu Pen, Direktur PT Royal Prima Tbk. mengatakan bahwa pada 2019, perseroan menargetkan untuk melakukan ekspansi dengan memperbanyak jaringan rumah sakit dengan menganggarkan belanja modal sebesar Rp1 triliun.
Ekspansi dengan cara akuisisi, lanjutnya, menjadi salah satu strategi yang dinilai lebih efisien untuk meningkatkan kinerja perseroan jika dibandingkan dengan harus membangun sebuah unit rumah sakit baru.
Seluruh tahapan akuisisi tersebut dijelaskannya akan rampung dengan waktu paling cepat pada kuartal I/2019 atau selambat-lambatnya pada kuartal II/2019.
“Karena kita lihat lebih cepat kita akuisisi dari pada kita membangun baru,” ujar Michael kepada Bisnis.
Selain ekspansi, kinerja PRIM juga akan terus didorong dengan memberikan pelayanan kesehatan untuk pasien peserta BPJS Kesehatan.
Sejak memberikan pelayanan kepada pasien tanggungan BPJS pada 2015, pasien BPJS memberikan kontribusi sebesar 50% jika dibandingkan dengan pasien umum yang mendapatkan pelayanan kesehatan.
Melihat kebijakan pemerintah yang mengharuskan seluruh masyarakat untuk memiliki jaminan BPJS Kesehatan pada 2019, Michael mengatakan hal tersebut akan menjadi sebuah potensi yang sangat baik untuk kinerja perseroan.
“Potensi kedepannya itu akan lebih bagus, pasti jadi lebih bagus,” tegasnya.
Dengan strategi ekspansi tersebut, kinerja emiten berkode saham PRIM itu akan tumbuh sebesar 30% pada 2019 jika dibandingkan dengan kinerja pada tahun sebelumnya, namun Michael masih enggan untuk menyebut nominal keuntungan yang ditargetkan.
Sementara itu, PT Siloam International Hospitals Tbk. mencatatkan penurunan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk kendati mencatat pertumbuhan pendapatan tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Per Desember 2018, emiten berkode saham SILO tersebut mencatatkan pendapatan tumbuh 12,41% ke level Rp5,9 triliun dari posisi Rp5,30 triliun pada 2017.
Namun demikian, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 82,97% menjadi Rp16 miliar dari posisi Rp94 miliar pada tahun sebelumnya, terendah dalam 5 tahun terakhir.
Begitu pula jumlah keuntungan tahun berjalan turun 75% menjadi Rp26 miliar yoy dari sebelumnya Rp104 miliar.
Pada saat bersamaan, EBITDA Silloam naik 6,2% menjadi Rp787 miliar yoy dari posisi Rp741 miliar pada 2017.
Presiden Direktur Siloam International Hospitals Ketut Budi Wijaya menyampaikan, strategi perseroan dengan menambah investasi pada personel rumah sakit yang diresmikan pada 2017 dan 2018 menyebabkan OPEX menjadi lebih tinggi sebesar Rp1,63 triliun dibandingkan Rp1,35 triliun pada tahun sebelumnya.
“Meskipun kinerja keuangan dan operasional termasuk baik, indikator kinerja terbaik menurut kami adalah kepuasan pasien Siloam dan keluarga mereka,” tulisnya dalam laporan keuangan.
Adapun, sepanjang 2018, SILO telah menambah 4 jaringan rumah sakit Siloam a.l. Siloam Silampari, Siloam Jember, Siloam Semarang, dan Siloam Palangkaraya.
Ketut menambahkan, secara keseluruhan perseroan telah membuka hampir satu lusin rumah sakit sejak 2017 dan diharapkan mulai berkontribusi pada pendapatan pada tahun ini.
Per akhir 2018, SILO memiliki 34 rumah sakit yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.
Sementara itu, SILO juga membuka 22 klinik, di mana 18 di antaranya terdaftar untuk melayani pasien BPJS.
Ke depannya, optimisme ekspansi SILO ditopang oleh harapan PDB Indonesia dapat tumbuh di atas 5% dan keterjagaan inflasi di level rendah.
“Kami akan terus mendirikan rumah sakit baru di tahun 2019 dan memainkan peran yang semakin penting dalam menyediakan layanan kesehatan berkualitas di seluruh Indonesia,” imbuh Ketut.
Kepala Riset OSO Sekuritas Ike Widiawati mengatakan bahwa untuk prospek emiten rumah sakit pada 2019 tidak berbedah jauh dengan 2018, karena belum ada kepastian dari pemerintah untuk penambahan insentif bagi perusahaan-perusahaan layanan kesehatan.
Untuk saham emiten rumah sakit, Ike memberikantop picks SILO dengan target harga Rp4.100,
“Dari segi harga fundamentalnya SILO ini masih murah jadi kalo dari harga wajarnya SILO sendiri masih 4.100 jadi kalau untuk di harga 3.290 sekarang masih potensi kisaran 20% untuk SILO,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (14/3/2019).