Bisnis.com, JAKARTA – Menuju tenggat waktu keluarnya Inggris dari benua biru atau Brexit yang semakin dekat, pasar memperkirakan Perdana Menteri Inggris Theresa May akan gagal mendapatkan kesepakatan Brexit baru pada pekan depan sehingga memberikan tekanan pada poundsterling.
Ahli Strategi Mata Uang Bank MUFG Lee Hardman mengatakan bahwa investor pasar opsi menilai prospek poundsterling akan berada pada tren bullish dalam lima minggu ke depan akibat spekulasi yang berkembang bahwa parlemen akan mengambil kendali proses Brexit sehingga menunda tenggat waktu.
“Poundsterling akan terdukung naik, jika anggota parlemen mengambil langkah untuk memaksa pemerintah untuk meminta perpanjangan negosiasi, sehingga poundsterling kemungkinan akan reli ke level US$1,3300 per poundsterling,” ujar Lee Hardman seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (24/2/2019).
Bahkan, dia memproyeksi poundsterling bisa turun ke level US$1,2840 per poundsterling jika parlemen tidak menyetujui salah satu opsi yang tersedia tersebut.
Pada perdagangan pekan lalu, poundsterling sempat menguat meski di tengah ketidakpastian, di mana Inggris dan Uni Eropa masih berupaya untuk menghasilkan kesepakatan terkait dengan Irish-Backstop, atau kesepakatan perbatasan di Irlandia, yang menguntungkan bagi kedua pihak.
Tercatat, poundsterling mengakhiri pekan lalu di level US$1,3053 pada perdagangan Sabtu (23/2/2019) menguat tipis 0,08% atau hanya naik 0,0001 poin, dibantu oleh angka pekerjaan Inggris sedikit lebih baik dari perkiraan, meninggalkan poundsterling rentan terhadap penurunan tajam jika Uni Eropa terus menolak untuk menyetujui kesepakatan Irish-Backstop.
Selain itu, poundsterling berhasil kembali menguat di tengah lanskap politik Inggris yang retak sepanjang sepekan lalu, dengan tiga anggota parlemen konservatif dan delapan anggota parlemen dari partai buruh telah mengundurkan diri.
Hal tersebut telah mengakibatkan kedua belah pihak semakin rentan dalam setiap pengambilan suara di House of Commons. Pengunduran diri anggota parlemen selanjutnya pun dikabarkan dari kedua belah pihak.
Bahkan, terdapat isu bahwa 100 anggota parlemen Konservatif mengancam dapat memberontak dan menuntut agar PM Theresa May untuk menunda Brexit jika No Deal Brexit masih menjadi proyeksi terkuat dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Theresa May berjanji untuk membiarkan anggota parlemen memberikan suara pada pertemuan parlemen selanjutnya tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya jika dia tidak dapat mengamankan perubahan pada kesepakatan Brexit.
Uni Eropa dan Inggris telah sepakat bahwa pembicaraan Brexit saat ini harus membicarakan berbagai hal teknis, seiring dengan tenggat waktu Brexit yang semakin dekat.
Adapun,volatilitas poundsterling pada pekan ini akan didorong oleh serangkaian acara penting penting dan pidato, seperti pidato Ketua Dewan FOMC Jerome Powell pada hari Rabu (27/2), berbagai rilisan data ekonomi beberaga negara, dan Theresa May yang akan kembali ke parlemen untuk memberi tahu tentang kemajuan yang dibuat dalam negosiasi dengan UE.
Jika Theresa May kembali dari diskusi dengan tangan kosong, parlemen akan membahas berbagai cara untuk bergerak maju dan memberikan suara tidak mengikat pada rencana alternatif.