Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang negara Ratu Elizabeth berada dalam tekanan setelah tiga anggota parlemen membelot dari partai Konservatif yang dipimpin Perdana Menteri Theresa May dan diperkirakan merusak strategi Brexit milik Theresa May.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Inggris jatuh ke level US$1.3030 per pound sterling, melemah 0,15% atau turun 0,0020 poin pada perdagangan Kamis (21/2/2019) pukul 13.21 WIB.
Kepala Strategi Mata Uang RBC Capital Markets Adam Cole mengatakan bahwa pembelotan anggota parlemen tersebut telah menekan pound sterling dan mengurangi produktivitas parlemen dengan tingkat suara mayor, serta telah meningkatkan kemungkinan pemilihan cepat.
“Pemilihan awal mungkin akan diperjuangkan di bawah pemimpin Konservatif yang berbeda, selain May karena dia telah berkomitmen untuk tidak akan kembali maju dalam pemilihan, dan kemungkinan dengan pemimpin yang lebih Eurosceptic," ujar Adam seperti dikutip dari Reuters pada Kamis (21/2/2019).
Adapun, May telah kembali ke Brussels untuk mencoba menyelamatkan kesepakatan Brexitnya yang ditolak oleh mayoritas parlemen Inggris bulan lalu.
Walaupun demikian, keputusan oleh tiga anggota parlemen pro-Uni Eropa untuk mundur dari partai konservatif menimbulkan keraguan baru tentang kemampuan Theresa May untuk mendapatkan persetujuan antara Uni Eropa dan Inggris.
Jika May tidak dapat membujuk ketua Komisi Eropa Jean-Claude Juncker atau parlemen Inggris untuk memodifikasi kesepakatannya, Inggris dapat tersingkir dari blok perdagangan terbesar dunia dalam 37 hari.
Rintangan utama Inggris adalah backstop atau kebijakan asuransi untuk mencegah kembalinya cek ekstensif di perbatasan antara anggota Uni Eropa, Irlandia dan provinsi Inggris di Irlandia Utara. Ketidakpastian atas pengaturan perbatasan tersebut juga membebani poundsterling.