Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah korporasi cukup gencar menerbitkan surat utang di awal tahun ini untuk membiayai ekspansi bisnis maupun refinancing utang jatuh temponya. Strategi ini dinilai cukup tepat bila menimbang adanya potensi kenaikan suku bunga lagi di sisa tahun ini.
Berdasarkan data KSEI, ada 9 korporasi yang telah mendaftarkan surat utangnya bulan ini dengan total nominal Rp5,7 triliun dan US$3,5 juta. Selain itu, terdapat beberapa korporasi yang juga tengah menawarkan surat utangnya dan belum mendaftar di KSEI.
Di antaranya yakni PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) senilai Rp2 triliun, PT Astra Sedaya Finance Rp1,5 triliun, PT PP Properti Tbk. Rp800 miliar, dan PT Indosat Tbk. Rp2 triliun.
Maximilianus Nico Demus, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, mengatakan bahwa awal tahun ini merupakan momentum yang cukup ideal bagi korporasi yang memang berencana untuk menerbitkan surat utang tahun ini.
Pasar umumnya masih didukung oleh banyak sentimen positif sehingga tingkat yield relatif stabil. Konflik dagang antara AS dan China sedikit mereda, sedangkan The Fed cenderung tidak akan terlalu agresif menaikkan suku bunga tahun ini. Demikian juga agresivitas ECB untuk menaikkan tingkat suku bunga tampaknya akan lebih terbatas karena kinerja ekonomi kawasan yang cenderung turun.
“Situasi ini mendukung untuk menjaga imbal hasil kita tidak kembali mengalami kenaikan. Memang sekarang imbal hasil kita kembali naik, tetapi momentum di awal tahun ini lebih baik ketimbang setelah pemilu atau di bulan Maret – Juni karena ada potensi kenaikan The Fed atau Eropa,” katanya, Senin (28/1/2019).
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa emisi surat utang korporasi dengan nilai yang tinggi di awal tahun ini umumnya masih didominasi oleh pemain-pemain lama.
Hal ini tidak mengherankan, sebab pasar masih cukup hati-hati untuk menerima kehadiran pemain baru yang belum memiliki rekam jejak dalam emisi surat utang korporasi. Menurutnya, secara umum kondisi pasar saat ini belum sepenuhnya agresif untuk masuk di pasar surat utang.
Meskipun demikian, menurutnya pasar tetap membutuhkan kehadiran instrumen-instrumen surat utang dari korporasi pendatang baru. Kehadiran pendatang baru dibutuhkan untuk menyeimbangkan dan menjadi pembanding antara pasar primer dan sekunder.
Dirinya menilai, tingginya emisi surat utang korporasi baru di awal tahun ini akan berdampak positif bagi pasar. Penentuan tingkat bunga surat utang di pasar primer membutuhkan waktu yang lebih lama selama masa bookbuilding, sehingga menjadi peyeimbang bagi perubahan yang lebih cepat di pasar sekunder.
“Adanya kombinasi yang berimbang akan memberi gambaran yang lebih baik bagi investor tentang kondisi pasar surat utang korporasi ini,” katanya, Senin (28/1/2019).
Ramdhan mengatakan, bila dibandingkan kondisi pasar pada pertengahan 2018 lalu, kondisi pasar di awal tahun ini sudah relatif lebih baik. Biaya dana atau cost of fund korporasi sedikit menurut, seiring turunnya yield surat utang negara (SUN) dari semula mendekati 9%, kini bergerak di kisaran 7,9% – 8,1%.
Hanya saja, tantangan bagi obligasi korporasi yakni likuiditasnya yang lebih terbatas dibandingkan SUN. Banyak investor di pasar SUN yang tidak masuk di pasar obligasi karena berbagai kendala, seperti batasan karena hubungan afiliasi atau batasan aturan negara. Hal ini yang kerap menyebabkan biaya dana emisi surat utang korporasi tetap tinggi.