Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2 Hal Ini Bisa Bikin Rupiah Perkasa hingga Rp14.000

Menutup pekan pertama 2019, rupiah memimpin kinerja penguatan nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat pada klasemen mata uang Asia mengalahkan won, baht, ringgit, hingga rupee.
Gubernur The Fed Jerome Powell/Bloomberg
Gubernur The Fed Jerome Powell/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Menutup pekan pertama 2019, rupiah memimpin kinerja penguatan nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat pada klasemen mata uang Asia mengalahkan won, baht, ringgit, hingga rupee.

Reli penguatan rupiah pun bisa berlanjut seiring dengan kebijakan Federal Reserve yang cenderung dovish, dengan menahan kenaikan suku bunga demi memberikan stimulus terhadap ekonomi dan rencana islah AS-China soal perang dagang.

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang garuda tersebut memimpin penguatan dengan terkerek naik sebesar 2,08% sepanjang pekan menjadi ditutup pada level Rp14.270 per dolar Amerika Serikat (AS). Peringkat kedua disusul oleh baht Thailand yang menguat sebesar 1,79% sepanjang pekan sehingga berhasil ditutup pada level 31,98 baht per dolar AS.

Di lain sisi, kinerja terburuk pada kelompok mata uang Asia diraih oleh won Korea Selatan yang terdepresiasi 0,76% sepanjang pekan sehingga ditutup pada kisaran 1.124 won per dolar AS.

Sementara itu, Senior Staf Riset dan Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal memprediksi reli penguatan rupiah akan terus berlanjut hingga pekan depan seiring dengan asumsinya terhadap skenario positif terhadap data Non-Farm Payroll (NFP), data pendapatan harian rata-rata, serta pidato Ketua The Fed Jerome Powell terkait dengan tanggapan pada prospek pertumbuhan ekonomi global 2019.

“Bahkan, rupiah berpotensi akan mencoba untuk kembali berada pada posisi di bawah Rp14.000 per dolar AS,” ujar Faisyal kepada Bisnis, Jumat (4/1/2019).

Dia mengatakan jika data ekonomi AS menunjukan tren negatif atau lebih dari rendah dari daripada ekspetasi pasar, serta pernyataan Jerome Powell yang dovish tentang gambaran sikap bank sentral terhadap outlook pertumbuhan ekonomi global 2019, tentu akan menjadikan sentimen bagi penguatan rupiah yang tajam akan kembali berlanjut.

Namun, pada Jumat (4/1/2019) malam, AS mengeluarkan data yang menunjukan NFP AS pada Desember naik pesat menjadi 312.000 dan kenaikan upah rata-rata per jam AS turut meningkat 0,4% sehingga sempat membuat dolar AS berbalik menguat.

Penguatan tersebut tidak lama, yang kemudian disusul dengan pidato Jerome Powell bernada dovish, mengatakan akan lebih berhati-hati terhadap pasar dan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat sehingga kembali melemahkan dolar AS.

Walaupun demikian, potensi penguatan rupiah masih positif terjadi menyusul rencana pertemuan AS dan China terkait dengan perdagangan pada pekan depan.

Pertemuan tersebut memberikan sinyal bahwa perang dagang antara AS dan China akhirnya menghasilkan kesepakatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Gajah Kusumo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper