Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Volatilitas Merembes ke Energi, Harga Minyak Longsor

Harga minyak mentah mencatat penurunan terbesar dalam delapan pekan pada perdagangan Kamis (11/10/2018), saat sentimen penghindaran aset berisiko menjalar ke seluruh pasar global.
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah mencatat penurunan terbesar dalam delapan pekan pada perdagangan Kamis (11/10/2018), saat sentimen penghindaran aset berisiko menjalar ke seluruh pasar global.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak November ditutup anjlok sekitar 3% atau US$2,20 di level US$70,97 per barel di New York Mercantile Exchange, level terendah sejak dalam lebih dari dua pekan. Total volume yang diperdagangkan sekitar 21% di atas rata-rata 100 hari.

Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Desember anjlok US$2,83 dan mengakhiri sesi di level US$80,26 per barel di ICE Futures Europe exchange. Minyak acuan global ini diperdagangkan premium US$9,45 terhadap WTI untuk bulan yang sama.

Bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) kian tersungkur pada perdagangan Kamis di tengah tingginya volatilitas. Indeks S&P turun pada sesi perdagangan hari keenam berturut-turut, sedangkan Nasdaq mengakhiri sesi dengan penurunan sebesar 9,6% dari rekor level penutupan pada 29 Agustus.

Perusahaan-perusahaan AS semakin resah dengan dampak perang perdagangan yang sedang berlangsung. Masalah yang sama mendorong Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas ekspektasi pertumbuhan global.

Pada saat yang sama, jumlah stok minyak mentah domestik naik untuk pekan ketiga berturut-turut saat kilang-kilang menjalankan pemeliharaan musiman dan memroses lebih sedikit minyak, menurut data dari Energy Information Administration (EIA).

EIA melaporkan persediaan minyak mentah komersial domestik naik 5,99 juta barel pekan lalu, sedangkan utilisasi kilang turun ke level terendah sejak Maret.

Di sisi lain, stok pada Cadangan Minyak Strategis turun 1,31 juta barel. Sejumlah analis dalam survei Bloomberg telah memperkirakan kenaikan sebesar 2,8 juta barel dalam suplai minyak mentah.

“Volatilitas yang meningkat di pasar secara umum merembes ke energi, karena investor mengurangi aset berisiko,” kata Rob Thummel, managing director di Tortoise, seperti dikutip Bloomberg.

“Ketika Anda memiliki pasar ekuitas yang bergejolak, perdagangan yang menghindari aset berisiko pun terjadi dan Anda melihat kenaikan [stok minyak] ketiga berturut-turut, pada umumnya itu bukan resep yang baik untuk harga minyak mentah.”

Sebelumnya pada sesi tersebut, ukuran volatilitas pasar minyak menanjak ke level tertinggi sejak Juli.

Sementara itu, OPEC memangkas estimasi permintaan global untuk minyak mentah tahun depan akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi dan output yang lebih tinggi dari para saingan, seperti pengebor minyak shale AS.

Prospek OPEC datang di tengah tekanan pada kartel minyak ini untuk memompa lebih banyak minyak demi mengimbangi dampak dari sanksi Iran dan seruan dari Presiden AS Donald Trump untuk meningkatkan output.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper