Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG & Bursa Asia Sumringah Jelang Akhir Pekan, Ini Penyebabnya

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mempertahankan reboundnya sepanjang perdagangan hari ini, Jumat (12/10/2018), bersama pulihnya bursa saham di Asia.
Karyawan melintas di bawah layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (13/9/2018)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Karyawan melintas di bawah layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (13/9/2018)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mempertahankan rebound-nya sepanjang perdagangan hari ini, Jumat (12/10/2018), bersama pulihnya bursa saham di Asia.

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG rebound dan ditutup menguat 0,94% atau 53,67 poin di level 5.756,49, kenaikan terbesar sejak 27 September, setelah berakhir anjlok 2,02% atau 117,85 poin di posisi 5.702,82 pada perdagangan Kamis (11/10). 

Indeks mulai rebound ketika dibuka di zona hijau dengan kenaikan 0,34% atau 19,66 poin di level 5.722,49 pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak pada level 5.722,49-5.788,68.

Delapan dari sembilan sektor menetap di zona hijau, dipimpin infrastruktur (+2,06%), finansial (+1,69%), dan aneka industri (+1,63%). Adapun sektor konsumer mengakhiri pergerakannya di zona merah dengan turun 0,41%.

Dari 610 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sebanyak 247 saham menguat, 148 saham melemah, dan 215 saham stagnan.

Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang naik 2,31% menjadi pendorong utama terhadap penguatan IHSG, diikuti saham TLKM (+3,08%), BMRI (+1,99%), dan ASII (+1,86%).

Sejalan dengan IHSG, indeks Bisnis 27 rebound dan ditutup menguat 1,16% atau 5,74 poin di level 500,09, setelah berakhir anjlok 2,32% atau 11,76 poin di level 494,35 pada Kamis (11/10).

Hampir seluruh indeks saham di Asia Tenggara terpantau menghijau sore ini, di antaranya indeks SE Thailand (+0,78%), indeks FTSE Malay KLCI (+1,30%), indeks FTSE Straits Time Singapura (+0,71%), dan indeks PSEi Filipina (+1,75%).

Di wilayah lainnya di Asia, indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang rebound masing-masing dengan kenaikan 0,03% dan 0,46%, sedangkan indeks Kospi Korea Selatan rebound dan berakhir menguat 1,51% setelah tersungkur lebih dari 5% pada perdagangan Kamis (11/10).

Di China, Indeks Shanghai Composite dan CSI 300 China juga rebound dengan berakhir menguat 0,91% dan 1,49% masing-masing, setelah  terjun ke level terendahnya dalam beberapa tahun. Adapun Indeks Hang Seng Hong Kong rebound dengan berakhir naik 2,12%.

Hampir seluruh indeks saham acuan mulai dari Tokyo hingga Hong Kong sebelumnya rata-rata mengalami penurunan lebih dari 3% setelah pergolakan pada bursa saham AS pada perdagangan Rabu (10/10) menjalar ke pasar Asia.

Pada perdagangan Kamis (11/10), bursa Wall Street AS kian tersungkur, di tengah kekhawatiran investor atas memanasnya perang dagang antara AS dan China berikut risiko dari kenaikan suku bunga. Namun kali ini, bursa saham Asia mengabaikan berlanjutnya kemerosotan yang dialami bursa AS.

Menurut para pedagang, sebagian pendorong rebound bursa saham di Asia hari ini adalah spekulasi bahwa AS tidak akan melabeli China sebagai manipulator mata uang, sehingga kembali mendorong permintaan untuk aset berisiko.

Staf Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) disebut-sebut telah menyampaikan pandangan kepada Menteri Keuangan Steven Mnuchin bahwa China tidak memanipulasi mata uangnya, yuan.

Konklusi itu, jika diterima oleh Mnuchin, dapat mencegah eskalasi perang perdagangan AS-China serta menghilangkan sumber keresahan untuk pasar negara berkembang.

Secara terpisah, Presiden AS Donald Trump dikabarkan akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping dalam KTT G-20 di Buenos Aires menjelang akhir November, seperti dilaporkan Wall Street Journal, mengutip informasi pejabat di kedua negara.

Menambah sentimen positif untuk investor, data perdagangan China yang dirilis hari ini menunjukkan pemulihan ekspor dan performa impor yang tetap kuat, didorong kuatnya permintaan di dalam dan luar negeri terlepas dari ketegangan hubungan dengan AS.

Berdasarkan data Administrasi Bea Cukai China yang dikutip Bloomberg, ekspor dalam dolar naik 14,5% pada September dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, jauh dari ekspektasi perlambatan sebesar 8,2%. Adapun nilai impor naik 14,3%.

Dengan angka pertumbuhan ekspor-impor tersebut, China mencatat surplus neraca perdagangan sebesar US$31,69 miliar pada bulan September.

Sementara itu, pertumbuhan ekspor ke AS meningkat menjadi 14% pada September dari tahun sebelumnya dalam dolar AS, naik dari 13,2% pada Agustus. Di sisi lain, impor dari AS mengalami kontraksi 1,2%, penurunan pertama sejak Februari.

“Bursa Asia telah memperhitungkan konflik AS-China sejak akhir September, lebih dahulu dari bursa saham AS,” ujar Jaehwan Huh, pakar stretagi ekuitas di Eugene Investment & Securities, seperti dikutip Bloomberg.

Menurut Felix Lam, fund manager untuk ekuitas Asia Pasifik di BNP Paribas Asset Management di Hong Kong, fundamental kawasan Asia secara keseluruhan terlihat stabil saat pertumbuhan makroekonomi dan laba tetap stabil.

Saham-saham pendorong IHSG:

Kode

(%)

BBCA

+2,31

TLKM

+3,08

BMRI

+1,99

ASII

+1,86

Saham-saham penekan IHSG:

 Kode

(%)

HMSP

-2,84

GGRM

-0,60

PNBN

-2,64

TPIA

-0,66

Sumber: Bloomberg

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper