Bisnis.com, JAKARTA—Emiten penyewaan crane PT Superkrane Mitra Utama Tbk. (SKRN) membidik laba bersih Rp120 miliar—Rp140 miliar pada 2019 seiring dengan rencana penambahan kontrak hingga US$100 juta dalam 3 tahun ke depan.
Direktur Utama Superkrane Mitra Utama Yafin Tandiono Tan menyampaikan, saat ini perseroan sudah memegang kontrak penyewaan sebesar US$40 juta. Sampai dengan 2021, ditargetkan kontrak meningkat menjadi US$100 juta.
“Kontrak ini berasal dari beragam sektor seperti migas [minyak dan gas], pertambangan, dan infrastruktur,” ujarnya setelah prosesi Initial Public Offering (IPO), Kamis (11/10/2018).
Seiring dengan kenaikan kontrak, perusahaan membidik pendapatan sebesar Rp720 miliar dan laba bersih berkisar Rp120 miliar—Rp140 miliar pada 2019. Nilai itu meningkat sekitar 20% dari estimasi pendapatan dan laba bersih pada tahun ini masing-masing sejumlah Rp600 miliar dan Rp100 miliar—Rp120 miliar.
Per September 2018, secara anaudit perusahaan membukukan pendapatan Rp452 miliar. Adapun, perolehan laba masih dalam tahap penghitungan.
Secara perhitungan kasar, margin laba bersih SKRN berkisar 20% per tahun. Menurut Yafin, tingginya margin disebabkan ongkos operasional perusahaan yang tidak terlalu besar. Perusahaan juga menjaga tingkat utilitas peralatan untuk memaksimalkan pemasukan.
Baca Juga
Saat ini, SKRN memiliki 267 alat, yang 149 di antaranya merupakan crane berbagai ukuran. Utilisasinya sudah mencapai 90% karena banyaknya pengoperasian proyek. Sampai dengan akhir 2018, perusahaan berencana menambah 40 unit crane lagi.
Peralatan crane dan alat berat lainnya yang masing impor memang menjadi lebih mahal ketika kurs rupiah melemah terhadap dolar AS. Namun, secara aset harga peralatan SKRN yang sudah ada nilainya juga meningkat mengikuti kurs.
Selain itu, umur penggunaan alat cukup panjang, yakni 30 tahun—40 tahun. Untuk perawan biaya yang dikeluarkan cenderung sedikit dan menggunakan mata uang rupiah.
“Jadi tekanan kurs [dolar AS terhadap rupiah] tidak menjadi masalah bagi perusahaan,” katanya.