Bisnis.com, JAKARTA – Menjelang perampungan merger, emiten baja hilir PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk. dan PT Jaya Pari Steel Tbk. menyusun skema konversi saham dengan skenario setelah penggabungan keduanya selesai.
Berdasarkan prospektus yang dipublikasikan perseroan, kedua emiten tersebut telah menyelesaikan proses penilaian independen sehingga mendapatkan niai pasar wajar 100% saham JPRS adalah sebesar Rp381 per lembar saham.
Dengan demikian, rasio konversi saham diperoleh dengan perbandingan nilai pasar wajar GDST dan JPRS yang telah ditentukan oleh penilai independen yaitu sebesar 1:1,39 atau setiap 1 saham JPRS sebelum penggabungan, akan mendapatkan 1,39 saham GDST setelah penggabungan.
Berdasarkan rasio konversi saham tersebut, maka setiap 1 saham yang dipegang oleh pemegang saham JPRS akan mendapatkan 1,39 saham GDST atau secara total berjumlah 1.042.50.000 saham dengan nilai Rp104,25 miliar yg mewakili 11,28% saham GDST setelah merger efektif.
Adapun, GDST dan JPRS bergerak pada bidang industri yang sama yaitu industri baja dan pengolahan baja. Kepemilikan mayoritas kedua perusahaan tersebut merupaan individu yang sama yaitu Gwie Gunawan.
Perseroan menilai penggabungan usaha merupakan langkah jitu untuk melakukan efisiensi usaha karena industri dan bahan baku akan berada di bawah satu payung perusahaan. Penggabungan usaha ini diharapkan dapat mengoptimalkan upaya efisiensi dan sinergitas kedua perusahaan.
Selain itu, penggabungan usaha akan menghasilkan suatu perusahaan yang lebih besar dalam hal aset dan pendapatan yang lebih stabil.
Gunawan Dianjaya Steel dan Jaya Pari Steel menargetkan dapat segera merampungkan proses penggabungan usaha (merger) pada akhir kuartal III/2018 atau selambat-lambatnya pada September 2019.
Direktur Keuangan Gunawan Dianjaya Steel yang juga merangkap Direktur Jaya Pari Steel Hadi Sutjipto sebelumnya menyampaikan perseroan masih melakukan finalisasi dokumen yang dibutuhkan, seperti yang disyaratkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Ada beberapa ketentuan lagi [dokumen] yang masih kami siapkan sesuai dengan syarat dari OJK. Perusahaan masih melengkapi kekurangan-kekurangan itu supaya bisa mendapatkan pernyataan objektif dari OJK,” jelas Hadi belum lama ini.
Hadi menjelaskan perseroan menempuh merger murni dengan mengharapkan ada dampak positif dari sinergi kedua perusahaan, terutama dari segi efisiensi operasional. Menurutnya, dengan menjadi perusahaan tunggal, kedua perusahaan dapat memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.
Dua perusahaan yang berbasis di Jawa Timur tersebut menyasar tingkat efisiensi yang lebih tinggi dari proses merger, apalagi saat ini industri baja tengah dan hilir tengah tertatih akibat kenaikan harga baja global yang selama ini diimpor perseroan untuk kebutuhan bahan baku.