Bisnis.com, JAKARTA - PT Martina Berto Tbk. akan melakukan flush out untuk beberapa produknya pada sisa tahun ini.
Flush out diberlakukan untuk produk-produk yang turn over-nya rendah di gerai-gerai, sehingga cash flow perseroan membaik, dapat mengurangi utang bank untuk membayar pemasok, dan menurunkan beban bunga.
"Untuk memperbaiki penjualan kami membenahi dulu piutang yang tertahan di gerai-gerai. Dengan kembali lancarnya stok, gerai dapat melakukan order kembali sehingga operasional perseroan kembali sehat," tulis perseroan dalam keterbukaan informasi, Senin (17/9/2018).
Di sisi lain, emiten bersandi saham MBTO itu juga terus memaksimalkan penjualan alternatif. termasuk melalui media dalam jaringan (daring). Perseroan mengklaim, kinerja gerai MBTO mulai menunjukkan kontribusi yang semakin meningkat.
Namun MBTO tidak hanya mengandalkan gerai sendiri, sehingga platform online mulai dirintis. Toko online Martha Tilaar Shop juga melayani market place.
Adapun dari sisi utang, perseroan sejaugh ini hanya memiliki dalam bentuk rupiah. Sementara itu, utang dagang dari pemasok importir yang menggunakan mata uang dolar AS dibayar dalam mata uang rupiah.
"Ada selisih kurs jika terjadi fluktuasi kurs dari mulai waktu penagihan dan pembayaran," imbuh perseroan.
Sepanjang paruh pertama tahun ini MBTO mengalami kerugian. Total penjualan pada semester I/2018 senilai Rp277,9 miliar, turun sebesar 7,22% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang senilai Rp299,53 miliar.
Pada enam bulan pertama tahun ini, emiten bersandi saham MBTO ini mencatatkan kerugian hingga Rp21,65 miliar. Kondisi ini berbalik karena pada semester pertama tahun lalu perseroan masih berhasil mengantongi laba bersih senilai Rp3,43 miliar.
Perseroan berdalih, pada tahun ini daya beli masyarakat masih tertekan. Selain itu, ada tekanan dari kenaikan harga energi, tapering off dan kebijakan tariff masuk Amerika Serikat, serta defisit neraca perdagangan yang membuat pelemahan nilai tukar rupiah. Alhasil, ongkos produksi membengkak.
"Karena biaya produksi makin tinggi, sedangkan volume penjualan tidak dapat didongkrak tanpa promo atau diskon," kata Investor Relations Martina Berto Desril Muchtar.
Dia menambahkan, untuk menyelamatkan margin yang makin tipis, perseroan berusaha menargetkan segmen yang lebih tinggi dengan meluncurkan produk baru dengan kualitas lebih tinggi. Namun, hasil dari penetrasi segmen pasar baru ini belum bisa langsung dirasakan perseroan.
Disamping butuh upaya pemasaran yang lebih intensif, segmen kelas atas ini lebih selektif dalam memilih merek dan produk serta pasarnya tidak seluas segmen di bawahnya.
Selain itu, penurunan penjualan itu juga disebabkan oleh adanya produkyang mengalami kendala saat dikeluarkan dari gerai-gerai modern karena kalah bersaing dengan produk lain.
Dengan demikian, perseroan harus menanggung biaya material dan biaya overhead lebih tinggi . Pasalnya, kecilnya volume penjualan menyebabkan turunnya marjin keuntungan kotor perusahaan tersebut.
"Di samping itu biaya operasional, khususnya biaya pemasaran dan penjualan tidak bisa langsung ditekan lebih rendah dari periode sebelumnya, karena adanya kontrak program dengan gerai-gerai modern yang bisa berimbas langsung terhadap penurunan penjualan secara drastis," kilahnya.
Kata Desril, dengan semakin panjangnya umur piutang dan inventory dibandingkan dengan umur utang dagang, perseroan membutuhkan lebih banyak pinjaman bank untuk menutup pembayaran ke supplier yang telah jatuh tempo. Hal ini juga menyebabkan penurunan current ratio dan peningkatan debt to equity.