Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun tpis 0,03% ke level US$67,75 per barel saat penutupan di Bursa Komoditas New York Jumat (7/9/2018) petang waktu setempat atau Sabtu dini hari (8/9/2018) waktu Jakarta.
Hal itu berdasarkan data Bloomberg untuk minyak WTI kontrak Oktober 2018 pada Jumat (7/9/2018) pukul 16:59 waktu New York atau Sabtu dini hari (8/9/2018) waktu Jakarta.
Bertolak belakang dengan WTI, minyak Brent justru perkasa. Harga minyak Brent untuk kontrak pembelian November 2018 menguat 0,43% ke level US$76,83 per barel.
Setimen kenaikan dolar dan kenaikan gaji buruh di Amerika Serikat menjadi pemicu penuruna harga minyak WTI.
Sementara itu laporan Xinhua yang dikutip Antara menyebutkan pertumbuhan upah mencatat ekspansi besar pada Agustus, sementara kenaikan gaji dan rata-rata penghasilan per jam mengalahkan ekspektasi, menurut data yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (7/9/2018).
Selain itu, data juga menunjukkan bahwa Amerika Serikat menciptakan 201.000 pekerjaan baru pada Agustus dan menjaga tingkat pengangguran di terendah 18 tahun pada 3,9 persen.
Laporan pekerjaan yang kuat dipandang sebagai mendukung niat Federal Reserve AS untuk menaikkan suku bunganya, setidaknya sekali lagi pada September, yang sudah diperkirakan banyak kalangan.
Dolar AS berbalik menguat karena ekspektasi kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve AS.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,33 persen menjadi 95,3604 pada pukul 15.00 waktu setempat (19.00 GMT).
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Jumat (6/9) bahwa pemerintahannya dapat mengenakan tarif lainnya terhadap senilai 267 miliar dolar AS produk yang diimpor dari China.