Bisnis.com, JAKARTA – Harga Kakao di Sulawesi Tenggara (Sultra) awal Agustus 2018 turun menjadi Rp22.000 per kilogram atau 17 persen dibandingkan sebulan lalu yang mencapai Rp24.000 per kilogram, di tingkat petani produsen kakao.
Harga komoditas kakao di tingkat petani produsen, pengumpul dan antar daerah di Sulawesi Tenggara saat memasuki awal Agustus 2018 mengalami penurunan dibanding pada bulan sebelumnya.
Adnan Jaya, Petugas Pelayanan Informasi Pasar Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, mengatakan Senin mencatat adanya penurunan harga kakao itu berdasarkan data yang catat petugas setiap hari yang melakukan pemantauan langsung dilapangan.
"Harga rata-rata yang dihimpun ini berdasrkan data lapangan yang setiap sekali dalam seminggu dengan menggunakan metode rata-rata tanpa ekstrim yaitu dengan terlebih dahulu membuang angka tertinggi dan terendah dari data yang dikumpulkan," katanya di Kendari seperti dilaporkan Antara hari ini Senin (6/8/2017).
Adnan menyebutkan harga kakao di tingkat petani produsen turun menjadi Rp22.000 per kilogram yang sebelumnya mencapai Rp24.000 per kilogram.
Begitu pula dengan harga di tingkat pedagang pengumpul alami penurunan dari Rp26.000 per kilogram turun menjadi Rp23.000 per dan harga ditingkat pedagang antar daerah dari Rp27.000 per kilogram menjadi Rp25.000 per kilogram.
Penurunan harga komoditas kakao juga ditentukan oleh kondisi yang situasional di mana saat musim hujan berdampak pada permintaan konsumen.
"Kualitas kakao petani sekarang ini cenderung menurun sebagai dampak masih musim hujan yang baru selesai," ujar Yeni (45) salah satu pedagang pembeli hasil bumi di Kendari.
Sulawesi Tenggara merupakan sentra produksi kakao di Indonesia. Bahkan, Sulawesi Tenggara Dijadikan Kawasan Kakao Berbasis Korporasi.
Pemerintah menunjuk daerah Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara sebagai sentra produksi kakao berbasis korporasi.
Pemerintah akan menjadikan Kabupaten Kolaka Timur sebagai proyek pilot pengembangan kakao berbasis korporasi yang nantinya akan dikembangkann ke sentra-sentra produksi lainnya.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengatakan proyek pilot ini merupakan implementasi dari Permentan 18/2018 tentang Pedoman Pembangunan kawasan Pertanian Berbasis Korporasi untuk meningkatkan kesejahtraan petani.