Bisnis.com, JAKARTA — Emiten pertambangan logam PT Timah Tbk. (TINS) optimistis dapat meningkatkan produksi pada semester II/2018 untuk mencapai target setahun penuh.
Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk. (TINS) Amin Haris Sugiarto menyampaikan, pada semester I/2018 memproduksi bijih timah sejumlah 12.700 ton. Volume itu menurun 21,01% year-on-year (yoy) dari realisasi paruh pertama 2017 sebesar 16.078 ton.
Penurunan produksi terjadi karena perusahaan harus menahan penjualan ekspor pada April 2018 akibat perubahan regulasi. Anak usaha PT Inalum (Persero) ini baru mendapat persetujuan ekspor pada 3 Mei 2018 setelah keluar beleid baru, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53 tahun 2018.
Keluarnya peraturan baru ini menggantikan regulasi yang lama, yakni Permendag no.44/M-DAG/7/2017 pada 17 April 2018. Perusahaan pun dapat kembali melakukan ekspor setelah harus menunggu beberapa pekan.
"Karena ada jeda menunggu peraturan ekspor yang baru, pada April-Mei 2018 kami membatasi operasional," tuturnya kepada Bisnis, Jumat (20/7/2018).
Realisasi produksi semester I/2018 juga di bawah target dicanangkan, yakni sebesar 17.157 ton. Namun demikian, perusahaan mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga jual rata-rata sebesar 5% yoy pada Januari – Juni 2018, yakni senilai US$21.000 per ton dari semester I/2017 senilai US$20.000 per ton.
Baca Juga
Amin menyampaikan, manajemen TINS optimistis dapat memacu produksi bijih timah menjadi sejumlah 20.200 ton pada semester II/2018. Artinya, sampai akhir tahun ini perseron dapat memproduksi 32.900 ton timah, naik 5,52% yoy dari realisasi 2017 sejumlah 31.178 ton.
"Kami harapkan dapat meningkatkan produksi semester II, karena regulasi sudah oke, operasional lebih lancar," ujarnya.
Selain menaikkan produksi, untuk mengatrol pendapatan TINS berupaya menaikkan kontribusi penjualan dari timah kimia dan timah solder. Kedua produk hilir tersebut memiliki harga yang lebih tinggi, sehingga memberikan marjin yang besar.
Dari 1 ton timah olahan dapat diproses menjadi 5 ton timah kimia dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang lebih tinggi. Peningkatan penjualan produk hilir ini didukung kerja sama perseroan dengan Yunan Tin Group.
Perusahaan juga akan menerapkan cara penambangan baru, yakni bore hole mining (BHM). BHM adalah metode mengekstraksi sumber daya mineral melalui lubang bor dengan air bertekanan tinggi.
Metode tersebut diperkirakan dapat mengurangi biaya penambangan sekitar 60%. Pengoperasian penambangan dapat dilakukan dari jarak jauh.