Bisnis.com, JAKARTA-Emiten tambang batu bara PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) melaporkan sudah mengantongi kontrak penjualan sejumlah 69% hingga pertengahan Mei 2018 dari target setahun penuh sejumlah 25 juta ton.
Direktur Indo Tambangraya Megah Yulius Gozali menyampaikan, sampai pertengahan Mei 2018 perusahaan sudah mengantongi kontrak penjualan sebesar 69%. Artinya, perseroan sudah mendapatkan komitmen penjualan sebesar 17,25 juta ton.
"Sampai akhir 2018, perusahaan yakin membukukan penjualan batu bara 25 juta ton. Operasional mash on track," ujarnya, Senin (4/6/2018).
Dari 17,25 juta ton batu bara yang sudah dikontrak oleh klien, 30% menggunakan harga fix, dan 36% memakai harga sesuai indeks Newcastle. Adapun, 3% sisanya belum ditentukan skema harganaya.
Dari sisi produksi, volume batu bara ditargetkan mencapai 22,5 juta ton pada 2018. Jumlah itu meningkat sedikit dari realisasi 2017 sebesar 22,1 juta ton.
Per Maret 2018, penjualan batu bara perseroan mencapai 4,4 juta ton, turun 1 juta ton dari kuartal I/2017 sebesar 5,4 juta ton. Menurut Yulius, hal ini terjadi karena ITMG lebih menggenjot volume pengupasan lapisan tanah atau stripping ratio dan ada kendala cuaca hujan.
"Dengan demikian, lapisan tanah penutup semakin sedikit ke depannya, sehingga kami dapat memacu produksi batu bara terutama pada semester II/2018," tuturnya.
Operasional ITMG juga terhambat masalah ketersediaan alat berat. Untungnya, rata-rata harga jual atau average selling price (ASP) per Maret 2018 naik 23,85% year on year (yoy)menjadi US$83,6 per ton dari sebelumnya US$67,5 per ton.
Pada kuartal I/2018. pendapatan perusahaan mencapai US$378,25 juta, naik 2,82% yoy dari sebelumnya US$367,87 juta. Laba bersih senilai US$58,13 juta, meningkat 1,67% yoy dari US$57,17 juta pada kuartal I/2017.
Per Maret 2018, pasar batu bara ITMG didominasi Jepang 20%, selanjutnya China 16%, Indonesia 11%, India 10%, Korea Selatan 6%, dan Thailand 6%. Perusahaan juga melakukan ekspor ke Vietnam, Hongkong, Itali, dan sejumlah negara lain.
Yulius menyampaikan, secara harga pasar Jepang memiliki penawaran yang lebih tinggi dbandingkan negara lainnya, karena membutuhkan produk dengan kalori sekitar 6.000 Kcal/kg. Hal ini berbeda dengan India yang membutuhkan batu bara berkalori 3.800--4.000an Kcal/kg.
"Ini yang membuat para pemain batu bara menganggap harga Jepang lebih bagus, sebenarnya karena kebutuhan kalori [batu bara] dari mereka lebih tinggi juga," paparnya.
Pada tahun ini, Jepang diperkirakan berkontribusi 25%-26% terhadap total penjualan perseroan. Di peringkat kedua, China menyumbang pemasaran sekitar 22%.
Sampai akhir 2018, dia meyakini industri batu bara cenderung positif seiring dengan masih tingginya permintaan domestik dan global. China diperkirakan masih memegang peranan penting terhadap pasar batu hitam sebagai produsen dan konsumen terbesar di dunia.
Tahun ini, diperkirakan Negeri Panda menginginkan harga bergerak di kisaran 500--570 renminbi per ton, atau sekitar US$77--US$88 per ton.
Dari sisi kinerja keuangan, Yulius meyakini pendapatan akan bertumbuh di atas 10% pada 2018. Namun, nilai pasti sulit diprediksi karena sangat bergantung kepada fluktuasi harga batu bara.