Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemegang Obligasi, Perjalanan Berat Anda Belum akan Berakhir!

Para pemegang obligasi di Indonesia telah mengalami perjalanan yang berat tahun ini. Namun perjalanan berat tersebut diyakini belum akan berakhir.
obligasi
obligasi

Bisnis.com, JAKARTA – Para pemegang obligasi di Indonesia telah mengalami perjalanan yang berat tahun ini. Namun perjalanan berat tersebut diyakini belum akan berakhir.

Salah satu perusahaan hedge fund teratas di dunia yakni Man GLG, sebuah unit dari Man Group Plc., memprediksikan lebih banyak kerugian untuk obligasi rupiah seiring melesunya minat terhadap aset berisiko. Pada saat yang sama, Bank Indonesia (BI) terdesak menaikkan suku bunga demi mempertahankan stabilitas mata uang ini.

“Pengetatan kondisi finansial global yang kami lihat belum sepenuhnya diperhitungkan dalam pasar lokal Indonesia,” ujar Jose Wynne, manajer portofolio untuk divisi surat utang emerging market di Man, New York, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (30/5/2018).

“Kami percaya bahwa kebijakan moneter bank sentral [Bank Indonesia] terlalu longgar sebelum kegelisahan global dimulai dan Bank Indonesia mungkin diharuskan untuk terus menyesuaikan suku bunga lebih tinggi agar tidak tertinggal di belakang,” lanjutnya.

Pemegang Obligasi, Perjalanan Berat Anda Belum akan Berakhir!

Nilai tukar rupiah telah melorot dan imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun telah melonjak tahun ini, di tengah penurunan performa emerging market yang dipicu kenaikan suku bunga AS dan penguatan dolar AS.

Enam hari setelah pelantikan, Gubernur baru Bank Indonesia Perry Warjiyo memutuskan untuk menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan pada hari ini Rabu (30/5/2018).

BI lebih lanjut menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) ke level 4,75% dalam rapatnya hari ini. Padahal, BI telah menaikkan BI 7DRRR sebesar 25 bps menjadi 4,5% pada pertemuan kebijakan tanggal 17 Mei. Penaikan suku bunga acuan dilakukan untuk merespons kondisi nilai tukar rupiah.

Sementara itu, imbal hasil obligasi Indonesia untuk masa jatuh tempo dalam satu dekade telah naik sebanyak 136 basis poin sejak akhir Januari, menyentuh level tertingginya dalam 15 bulan yakni 7,6% pekan lalu.

Bandingkan dengan kenaikan sekitar 40 basis poin untuk obligasi India dengan masa jatuh tempo serupa serta kenaikan sekitar 30 basis poin untuk surat-surat berharga Malaysia.

Ditambahkan oleh Wynne, imbal hasil obligasi dapat terus melebar sampai kondisi global terlihat stabil atau Bank Indonesia bertindak lebih tegas.

“Mata uang itu [rupiah] tampak sedikit mahal, sementara cadangan devisa tidak ‘berlimpah’ untuk ukuran ekonominya,” kata Wynne. Nilai tukar rupiah telah merosot lebih dari 3% pada 2018 dan merosot ke level terendah dalam lebih dari dua tahun pekan lalu.

Masalah Lama yang Sama

Dalam beberapa hal, titik-titik tekanan untuk obligasi Indonesia bukanlah sesuatu yang baru.

Indonesia telah mengalami shortfall neraca transaksi berjalan sejak 2011 dan kepemilikan asing atas obligasinya - sekitar 38% - secara konsisten lebih tinggi daripada negara-negara regional lainnya, termasuk Malaysia dan Thailand.

Dalam beberapa tahun terakhir, pencarian imbal hasil membayangi risiko-risiko ini tetapi saat sikap kehati-hatian terhadap pasar berkembang tumbuh, pengelola dana menjadi lebih diskriminatif.

Pemegang Obligasi, Perjalanan Berat Anda Belum akan Berakhir!

Investor asing telah menjual obligasi pemerintah Indonesia dalam dua dari tiga bulan terakhir dan mencatatkan outflow hingga US$460 juta. Setelah melakukan rekor pembelian senilai US$ 12 miliar pada 2017, investor mencairkan aset-asetnya tahun ini karena penguatan dolar AS dan imbal hasil AS yang lebih tinggi mengurangi daya tarik aset berisiko.

“Obligasi Indonesia tampaknya sedikit lebih rentan mengingat teknis kepemilikan asing saat imbal hasil obligasi AS tampak cenderung naik,” kata Gregory Saichin, chief investment officer untuk obligasi pasar berkembang di Allianz Global Investors, London.

Bank Indonesia sadar akan risikonya. Perry Warjiyo berkomitmen akan mengambil langkah pencegahan (preemptive), front loading, dan lebih mengarah ke depan (ahead the curve) terkait tingkat suku bunga.

Pasar pun bereaksi positif pada perdagangan Senin (28/5/2018) atas pengumuman rencana digelarnya RDG tambahan oleh BI. Nilai tukar rupiah naik ke level terkuatnya dalam dua pekan, sedangkan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun menurun.

Pascapenaikan suku bunga lebih lanjut oleh Bank Indonesia siang ini, nilai tukar rupiah terpantau menguat 0,04% ke level Rp13.989 per dolar pada pukul 14.26 WIB, setelah sempat melemah.

Ada pun imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun sebelumnya dilaporkan naik delapan basis poin dan imbal hasil obligasi bertenor dua tahun mendekati level tertingginya dalam 14 bulan sebagai antisipasi kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Penggemar Setia

Namun, surat utang Indonesia belum kehilangan seluruh penggemarnya. JPMorgan Asset Management merekomendasikan obligasi rupiah berjangka lebih panjang, mengacu pada inklusi yang akan datang dalam Bloomberg Barclays Global Aggregate Bond Index serta tingkat inflasi inti yang rendah.

Sementara itu, kondisi politik yang stabil dan fundamental yang kuat menambah prospek positif ini, menurut Didier Lambert, seorang manajer portofolio yang berbasis di London.

Senada, Western Asset Management Co. memberi posisi ‘long’ terhadap obligasi rupiah dan berharap Bank Indonesia akan terus melakukan pengetatan jika nilai tukar yang lebih lemah mendorong tingkat inflasi melampaui targetnya.

“Kami pikir tingkat yang riil akan cukup atraktif,” kata Gordon Brown, co-head portfolio global di Western Asset Management.

Memang, ada sejumlah investor yang mengambil keuntungan dari volatilitas baru-baru ini dan melihatnya sebagai peluang membeli.

“Fundamental tetap solid dan valuasi sekarang sangat menarik,” kata Jan Dehn, kepala penelitian Ashmore Group Plc. “Ini adalah peluang masuk pertama sebenarnya yang telah dimiliki oleh investor pasar berkembang selama lebih dari dua tahun.”

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro