Bisnis.com, JAKARTA — Optimisme kalangan korporasi untuk menerbitan surat utang tahun ini kian tinggi seiring dengan dinaikkannya peringkat surat utang Pemerintah Indonesia oleh lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service.
Moody’s baru saja meningkatkan peringkat Pemerintah Indonesia dan surat utang pemerintah dari Baa3 menjadi Baa2 dengan outlook stabil pada pekan lalu. Langkah Moody’s ini menyusul hal serupa yang telah dilakukan lembaga pemeringkat lainnya, yakni Fitch Ratings, JCRA, dan R&I.
Peningkatan peringkat oleh lembaga-lembaga pemeringkat ini memberikan Indonesia posisi tawar yang lebih besar, sebab Indonesia kini tidak lagi berada pada peringkat layak investasi yang terendah. Hal tersebut diperkirakan akan turut mendongkrak optimisme korporasi untuk menjajaki instrumen surat utang.
Pada awal tahun ini, kalangan korporasi memang sangat agresif menerbitkan surat utang. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pada kuartal I/2018 ada Rp38,7 triliun dan US$44 juta surat utang korporasi yang didaftarkan di KSEI.
Surat utang tersebut terdiri atas medium term notes (MTN) Rp10,4 triliun dan US$44 juta, obligasi korporasi Rp36,73 triliun, dan efek beragun aset Rp2 triliun. Padahal, pada kuartal pertama 2017, total hanya Rp25,17 triliun, terdiri atas MTN Rp2,08 triliun dan obligasi Rp23,09 triliun.
Berdasarkan penerbitannya, pada kuartal pertama tahun ini ada Rp38,7 triliun surat utang korporasi yang telah diterbitkan. Sebagian yang telah terdaftar di KSEI baru diterbitkan pada kuartal kedua.
Baca Juga
Menariknya, per 12 April 2018, PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo sudah mengantongi mandat dalam jumlah yang sangat besar, Rp82,58 triliun dari 55 emiten, yang sebagian besarnya siap untuk diterbitkan pada sisa tahun ini.
Hendro Utomo, Wakil Presiden Senior – Kepala Divisi Pemeringkatan Institusi Finansial Pefindo, mengatakan bahwa penerbitan yang masif pada kuartal I/2018 cukup mengejutkan, sebab biasanya emisi obligasi korporasi baru akan memuncak pada kuartal kedua dan ketiga setiap tahun.
“Kuartal pertama ini sangat aktif mungkin karena tren yield memang masih rendah dan menarik bagi emiten. Di sisi lain, ada ekspektasi bahwa tingkat yield akan naik pada sisa tahun ini karena beberapa pernyataan The Fed yang memberi sinyal akan menaikkan Fed Fund Rate lebih agresif,” katanya akhir pekan lalu.
Fikri C. Permana, ekonom Pefindo, mengatakan bahwa peningkatan peringkat oleh Moody’s menunjukkan bahwa secara makro dan fundamental ekonomi Indonesia sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Hal ini didukung oleh kebijakan ekonomi dan fiskal pemerintah yang sangat hati-hati dan terukur. Di sisi lain, kondisi politik dan ekonomi nasional Indonesia secara umum juga lebih terjaga sehingga lembaga pemeringkat menilai investor dapat memberikan kepercayaan yang lebih besar pada Indonesia.
Menurutnya, hal ini berpotensi akan semakin meningkatkan gairah emiten untuk menerbitkan surat utang tahun ini dengan harapan tingkat yield surat utang pemerintah dapat lebih stabil di tengah tekanan yield surat utang global.
“Kita harapkan dengan fundamental yang bagus dan kepercayaan Moody’s yang tinggi, kemungkinan peningkatan emiten untuk masuk obligasi juga akan lebih tinggi di beberapa waktu ke depan. Namun, sentimen negatif eksternal ini yang harus bisa dikelola pemerintah,” katanya.
Adapun, dari mandat pemeringkatan dalam rangka emisi surat utang yang telah dikantongi Pefindo mayoritas masih berasal dari kalangan korporasi sektor finansial, yakni bank dan perusahaan pembiayaan. Keduanya menyumbang Rp25 triliun atau 30% dari total mandat Rp82,58 triliun.
Selebihnya tersebar dari berbagai sektor non-finansial, dengan lima sektor terbesar yakni kelistrikan Rp24 triliun (2 emiten), pulp & paper Rp8 triliun (3 emiten), konstruksi Rp7,2 triliun (5 emiten), perkebunan Rp6,95 triliun (6 emiten), dan telekomunikasi Rp3,75 triliun (3 emiten).
Sementara itu, dari segi jenis surat utangnya, mandat terbesar adalah dari penawaran umum berkelanjutan (PUB) baru senilai Rp24,6 triliun. Pada emiten PUB baru umumnya hanya akan merealisasikan jumlah yang terbatas dari mandat tersebut pada emisi pertama tahun ini.
Menyusul setelah PUB baru yakni MTN Rp23,48 triliun, obligasi Rp17,01 triliun, realisasi PUB laba Rp12,99 triliun, dan sukuk Rp4,5 triliun.