Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BNI Sekuritas: Pasar Obligasi Berpotensi Lanjutkan Tren Bullish

Pasar obligasi Indonesia dapat diharapkan masih akan melanjutkan tren bullish dalam beberapa bulan ke depan setelah kembali memasuki tren bullish dalam sebulan terakhir seiring meredanya tekanan eksternal.
obligasi
obligasi

Bisnis.com, JAKARTA—Pasar obligasi Indonesia dapat diharapkan masih akan melanjutkan tren bullish dalam beberapa bulan ke depan setelah kembali memasuki tren bullish dalam sebulan terakhir seiring meredanya tekanan eksternal.

Indeks Obligasi Komposit Indonesia (ICBI) pada Selasa (10/4) sudah berada di posisi 245.80. Posisi ini sudah meningkat 4.88 poin atau 2,03% dari posisi terendahnya tahun ini sebulan lalu, yakni 240.92 pada Jumat (9/3).

Secara year to date/ ytd, ICBI sudah kembali bergerak di zona hijau dengan tingkat return 1,12%. Indeks surat utang pemerintah atau INDOBeX-G Total Return tumbuh 1,05% ytd, sementara indeks surat utang korporasi atau INDOBeX-C Total Return bahkan tumbuh lebih tinggi, 1,62%.

ICBI memang berada dalam tren bearish atau melemah sejak Januari 2018 akibat kian meningkatnya sentimen negatif eksternal, terutama ketidakpastian terhadap agresivitas The Fed menaikkan suku bunga acuan dan menigkatnya yield US Treasury.

Di sisi lain, dari dalam negeri juga Indonesia mengalami tekanan defisit neraca perdagangan dalam 3 bulan berturut-turut. Nilai tukar rupiah melemah dan pemerintah sempat wecanakan peningkatan alokasi subsidi energi.

Ariawan, Kepala Departemen Riset Fixed Income BNI Sekuritas, mengatakan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan pasar obligasi Indonesia kembali bangkit sebulan terakhir.

Pertama, tekanan eksternal mulai mereda setelah The Fed mengumumkan peningkatan suku bunga acuannya. Yield US Treasury 10 tahun yang sebelumnya terus meningkat hingga ke level 2,9% pun kini sudah berbalik turun lagi di kisaran 2,75%-2,85%. Pada Selasa (10/4), yield US Treasury berada di 2,78%.

“Artinya, kalau tekanan terhadap yield US Treasury mereda, harusnya tekanan yield SUN [surat utang negara] kita juga mereda sehingga yield kita yang tadinya naik hingga 6,86% sekarang turun bahkan sekitar 6,6%-6,7%,” katanya, Senin (9/4/2018).

Kedua, minat investor asing juga kembali meningkat terhadap instrumen surat utang pemerintah Indonesia. Nilai beli bersih asing pada 14-29 Maret 2018 telah mencapai Rp32,49 triliun, melampaui nilai jual bersih asing pada 1-13 Maret 2018 yang senilai Rp21,92 triliun. Nilai beli bersih ini pun lebih tinggi dibandingkan nilai jual bersih Februari 2018 Rp21,55 triliun.

Aksi beli investor asing masih tetap berlanjut pada April dan telah mencapai Rp12,81 triliun per Senin (10/4). Kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) kini mencapai Rp871,60 triliun.

Ketiga, pemerintah berhasil menjaga stabilnya nilai tukar rupiah di level Rp13.700 per dolar AS sehingga pasar surat utang Indonesia sehingga menambah daya tarik surat utang Indonesia bagi investor asing. Selain karena tingkat yield yang tinggi, stabilnya nilai tukar juga menjadi alasan investor asing kembali masuk ke Indonesia, sebab resiko kerugian kurs mereka berkurang.

“Meningkatnya permintaan asing ini menjadi katalis positif yang mendorong harga obligasi kembali meningkat dan yield turun,” katanya.

Sementara itu, data-data ekonomi dalam negeri pun masih cukup positif. Inflasi Maret 2018 berada di level 3,4%, masih dalam rentang target Bank Indonesia 2,5%-4,5%. Ruang untuk mempertahankan tingkat suku bunga di level 4,25% pun menjadi tetap terbuka.

Turunnya cadangan devisa dari US$128,06 miliar menjadi US$126 miliar pada Maret menunjukkan Bank Indonesia selalu ada di pasar untuk menjaga kestabilan rupiah. Suku bunga yang stabil serta hadirnya BI di pasar ini menjadi katalis positif sebulan terakhir sebab pasar menjadi lebih kondusif dan investor lebih percaya diri untuk kembali masuk ke pasar.

Ariawan menilai, tekanan global masih akan minim dalam jangka pendek sehingga pasar obligasi dapat diharapkan tetap berkinerja positif. Pasar akan mengantisipasi bila ada tekanan lanjutan pada yield US Treasury karena The Fed masih berpeluang menaikkan lagi suku bunganya.

“Semua masih positif dari sisi domestik, inflasi terjaga, rupiah stabil, ekonomi positif. Namun, faktor resiko sentimen eksternal sebenarnya masih agresif karena The Fed masih bisa naikkan suku bunga dan seperti apa perkembangan trade war antara Amerika Serikat dan China,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper