Bisnis.com, JAKARTA – Harga kakao terus melaju hingga ke atas level US$2.500 di tengah perkiraan menurunnya produksi kakao di Pantai Gading, produsen kakao terbesar di dunia.
Tercatat, pada perdagangan Rabu (21/3), harga kakao kontrak teraktif Mei 2018 di ICE Futures New York ditutup menguat 44 poin atau 1,77% menjadi US$2.524 per ton setelah sebelumnya mengalami pelemahan 2 sesi berturut-turut.
Harga telah berhasil bertahan di atas level US$2.000 sejak 1 Februari 2018. Bahkan saat ini mampu bergerak di atas U$2.500 per ton.
Secara year to date (ytd), harga tumbuh hingga lebih dari 30%. Padahal, 2 tahun lalu harga telah mengalami kemerosotan 33% akibat kondisi pasar yang surplus.
Penguatan harga kakao terjadi beriringan dengan ekspektasi menurunnya produksi kakao di negara produsen utama dunia Pantai Gading sebesar 23% pada musim 2017/2018.
“Hasil panen kakao di Pantai Gading diperkirakan akan turun 23% pada musim ini karena hujan yang tidak mencukupi dan lahan yang tidak dirawat dengan baik,” papar Dewan Kopi dan Kakao Pantai Gading (CCC) pada hari Rabu (21/3), seperti dilansir Reuters.
“Tim penghitung kami menyelesaikan pekerjaan mereka minggu lalu dan menurut hasil mereka, kami harus menghasilkan maksimum 400.000 ton kakao selama panen pertengahan April-September tahun ini dibandingkan dengan 520.000 ton pada tahun lalu,” lanjutnya.
Beberapa narasumber yang diwawancarai oleh Reuters juga memiliki perkiraan serupa setelah meninjau hasil panen. Mereka memperkirakan hasil panen antara 380.000-400.000 ton pada periode yang sama.
Hal tersebut ditopang oleh kondisi cuaca yang dinilai mengganggu produksi, terutama cuaca panas pda November-Maret.
Sebagai informasi, perhitungan musim kakao dimulai pada Oktober dan berakhir pada September sehingga musim 2017/2018 diartikan dimulai pada Oktober 2017 dan berakhir pada September 2018.
Sebelumnya, CCC telah mengabarkan bahwa produksi kakao diperkirakan akan turun hingga 2 tahun ke depan dalam rangka mengurangi kelebihan kapasitas global sehingga melakukan upaya penundaan program peningkatan produksi kakao hingga musim 2018/2019.
Andri Hardianto, analis Asia Trade Point Futures (ATPF) baru-baru ini menuturkan bahwa penguatan harga kakao didorong oleh sentimen positif dari kondisi cuaca yang tidak menentu di Afrika Barat, terutama Pantai Gading serta adanya kenaikan permintaan.
“Kondisi cuaca yang tidak menentu di Afrika Barat sebagai produsen kakao papan atas pada akhir tahun lalu dan awal tahun ini membuat pasar khawatir akan pasokan,” papar Andri kepada Bisnis.
Andri menambahkan bahwa sentimen lainnya datang dari penguatan permintaan dari Eropa pada kuartal terakhir tahun lalu sebesar 4,4% serta permintaan dari Asia sebanyak 4,24%.
Seiring dengan adanya sentimen-sentimen positif yang mendorong pasar kakao, pelaku pasar terus memperhatikan perkembangan pasokan dan permintaan pada tiap kuartalnya.