Bisnis.com, JAKARTA – Harga kakao bergerak menguat cukup tajam sepanjang tahun berjalan setelah mengalami kelesuan 2 tahun sebelumnya akibat kelebihan pasokan.
Dilansir dari Bloomberg, harga kakao berjangka kontrak teraktif Mei 2018 di ICE Futures New York telah melaju di atas level US$2.000 per ton sejak 1 Februari 2018 dan terus melaju hingga bergerak mendekati level US$2.500 per ton.
Pada penutupan perdagangan Jumat (9/3), harga kakao di ICE Futures New York melemah 28 poin atau 1,12% menjadi US$2.465 per ton menyusul data stok di gudang yang mengalami kenaikan sebesar 59.032 ton menjadi 293.454 ton dari 234.422 ton yang tercatat pada 8 Maret.
Kendati demikian, harga mencatatkan penguatan yang drastis, yakni tumbuh hingga 32%. Padahal selama 2 tahun terakhir, harga telah mengalami kemerosotan sebesar 33% akibat kondisi pasar yang surplus.
Analis Asia Trade Point Futures (ATPF) Andri Hardianto menuturkan bahwa penguatan harga kakao yang terjadi sejak awal tahun ditopang oleh sentimen positif dari kondisi cuaca yang tidak menentu di Afrika Barat dan kenaikan permintaan.
"Kondisi cuaca yang tidak menentu di Afrika Barat sebagai produsen kakao papan atas global pada akhir tahun lalu dan awal tahun ini membuat pasar khawatir akan pasokan," kata Andri kepada Bisnis, Senin (12/3/2018).
Baca Juga
Pantai Gading sebagai produsen utama dunia dikabarkan berencana melakukan penurunan produksi hingga 2 tahun ke depan untuk mengatasi kondisi surplus pasokan.
“Harga kakao juga mulai menguat ditopang oleh sentimen kenaikan permintaan dari Eropa pada kuartal IV/2017 sebesar 4,4% dan permintaan dari Asia naik sebesar 4,24%,” lanjut Andri.
Andri menuturkan, minimal dalam jangka pendek harga kakao masih dalam tren yang positif. Namun di sisi lain pasar juga perlu memperhatikan perkembangan pasokan dan permintaan pada tiap kuartal.
"Diproyeksikan, harga kakao hingga akhir kuartal I/2018 akan bergerak di kisaran US$2.450—US$2.500 per ton," tambahnya.