Bisnis.com, JAKARTA - Mekanisme penghitungan aset menjadi hambatan perusahaan teknologi untuk melantai di bursa. Sampai saat ini, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) belum menemukan skema yang tepat untuk menghitung perusahaan teknologi ini.
Executive Vice President Head of Privatization BEI Saptono Adi Junarso menjelaskan, sejauh ini sejumlah perusahaan teknologi telah berkomunikasi dengan bursa antara lain perusahaan jual beli dan penyedia jasa transportasi. Keduanya berbasis media dalam jaringan (daring).
"Mereka masing-masing isunya sama, mekanisme penghitungan aset karena memang ini belum ada acuannya. Hanya satu yang kelihatannya serius, Go-Jek itu," kata dia saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (8/3/2018).
Dia menambahkan, secara informal BEI telah banyak bertemu dengan perusahaan teknologi. Namun, sejauh ini yang sudah menyatakan minat untuk melakukan initial public offering (IPO) secara lisan adalah Go-Jek.
Adapun perusahaan lain, kata dia, masih belum menyatakan minatnya karena masih ingin fokus untuk membesarkan bisnis secara mandiri. Padahal menurutnya, perusahaan tersebut bisa besar jika melakukan penawaran umum perdana saham.
"Go-Jek sambutannya cukup baik, mereka akan mempelajari [tata cara IPO] dan mereka sudah menyampaikan poin-poinnya apa saja. Yang lain masih belum," ujarnya.
Saat ini, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mematangkan konsep mengenai pencatatan saham selain berdasarkan aset bersih berwujud atau net tangible aset (NTA). Dalam peraturan yang ada, syarat perusahaan untuk listing harus memiliki aset berwujud senilai Rp5 miliar.