Bisnis.com, JAKARTA–Seiring dengan pulihnya fenomena La Nina, pada tahun ini diperkirakan produksi minyak kelapa sawit/crude palm oil akan meningkat. Analis memperkirakan dengan peningkatan produksi tersebut, pada tahun ini harga CPO kesulitan menembus level 3.000 ringgit (US$765,30) per ton.
Maybank Investment Bank (Maybank IB) dalam laporannya menunjukkan bahwa saat ini lemahnya fenomena La Nina telah menyebabkan hanya sedikit kerusakan pada produksi minyak kelapa sawit. Menurut investment bank tersebut, tidak ada terjadi banjir besar di daerah perkebunan kelapa sawit yang disebabkan oleh La Nina saat ini.
“Di daerah penghasil minyak sawit, curah hujan umumnya sudah baik sepanjang 2017 dan bahkan sampai Januari tahun ini, sebagian dibantu oleh La Nina yang lemah," paparnya dilansir dari Bloomberg, Kamis (22/2/2018).
Maybank IB mengatakan meskipun ada banjir sesekali yang dilaporkan di beberapa bagian di Sabah, Sarawak, dan pesisir timur Semenanjung Malaysia pada akhir 2017 dan awal 2018, diyakini bahwa hal itu tidak lain dari biasanya atau bagian dari kondisi musiman.
“2018 akan menjadi tahun pertama pemulihan hasil panen,” lanjutnya, seraya menambahkan bahwa Dewan Minyak Sawit Malaysia bulan lalu mengeluarkan perkiraan produksi CPO awal 2018 untuk Malaysia sebesar 20,5 juta ton, naik 2,9% year on year (yoy).
“Kami percaya bahwa produksi minyak sawit dan stok yang lebih tinggi dari perkiraan pada kuartal IV/2017 telah mencegah kenaikan harga yang sesuai,” tambah Maybank IB.
Baca Juga
Terkait harga, diperkirakan CPO tidak mampu mencapai level 3.000 ringgit per ton pada tahun ini seiring dengan bakal meningkatnya produksi.
Sebelumnya, pada 2007, ketika La Nina yang panjang melanda Indonesia dan Malaysia –produsen minyak sawit terkemuka di dunia– menyebabkan banjir yang mengganggu pemanenan dan pengangkutan komoditas tersebut. Hal itu mendorong harga CPO naik menjadi 4.300 ringgit per ton pada Maret 2008.