Bisnis.com, JAKARTA—Pengolahan biji kakao mengalami peningkatan di sejumlah negara, sehingga mendorong harga bahan baku cokelat itu kembali tumbuh, kendati belum mampu menembus kembali level US$2.000 per ton.
Pada penutupan perdagangan Selasa (16/1/2018), harga kakao di ICE Futures New York kontrak teraktif Maret 2018 menguat 18 poin atau 0,94% menuju US$1.932 per ton. Harga kakao telah meninggalkan level US$2.000 per ton sejak awal Desember dan semakin merosot hingga akhir Desember 2017.
Tercatat, harga sudah mengalami kemerosotan 33% selama dua tahun terakhir di ICE Futures Amerika Serikat akibat kondisi surplus pasokan di pasar global.
Namun memasuki 2018, harga hingga saat ini mampu tumbuh 2,11% dan sudah mengalami kenaikan seiring dengan ekspektasi data penggilingan yang positif. Peningkatan proses penggilingan biji kakao (grindings) menunjukkan permintaan pada komoditas itu meningkat di berbagai negara.
Menurut perkiraan dari survei Bloomberg terhadap 9 analis dan pedagang komoditas, pengolahan cokelat mengalami peningkatan 8% secara year on year (yoy) di kuartal IV/2017.
Kondisi itu menunjukkan peningkatan grindings mencapai 203.572 ton, dibandingkan pencapaian periode yang sama di 2016 di angka 188.493 ton.
Baca Juga
Catatan angka itu adalah grindings kuartalan tertinggi pada data Asosiasi Kakao Asia/Cocoa Association of Asia. Sementara itu, sepanjang 2017, total capaian penggilingan tercatat meningkat 12,3% menjadi 731.307 ton dari tahun sebelumnya.
“Pengolahan kakao di Asia terlihat meningkat menyusul berlanjutnya insentif pajak di Indonesia,” kata Zaili Aman, pedagang komoditas berjangka Philip Futures di Singapura.