Bisnis.com, JAKARTA—Emiten telekomunikasi yang tengah dalam proses delisting dari Bursa Efek Indonesia, yakni PT Inovisi Infracom Tbk. melaporkan penjualan nihil hingga kuartal ketiga tahun ini, padahal pada periode yang sama tahun lalu masih mampu membukukan pendapatan Rp27 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang terbit Rabu (18/10/2017), emiten dengan kode saham INVS ini mengosongkan kolom pendapatan untuk periode 1 Januari 2017 hingga 30 September 2017.
Dengan tanpa adanya pendapatan, perseroan menanggung kerugian yang cukup besar tahun ini. Rugi usaha perseroan mencapai Rp11,89 miliar, sementara periode yang sama tahun lalu masih mencatatkan laba Rp1,91 miliar.
Namun, tahun lalu perseroan mencatatkan beban yang sangat tinggi sehingga perseroan harus menanggung rugi besar. Tahun ini, sejumlah beban lain-lain perseroan turun cukup besar sehingga rugi bersih yang ditanggung perseroan tidak separah tahun lalu.
Rugi INVS yang dapat diatribusikan pada pemilik entitas induk pada 9 bulan tahun ini mencapai Rp26,24 miliar, sementara tahun lalu rugi bersih perseroan mencapai Rp89,2 miliar.
Kerugian ini menyebabkan ekuitas perseroan tergerus dari Rp410,27 miliar pada akhir tahun lalu menjadi Rp383,98 miliar. Meski begitu, liabilitas perseroan justru meningkat dari Rp524,97 miliar menjadi Rp535,47 miliar.
Meningkatnya liabitas terutama karena terjadinya peningkatan di pos biaya yang masih harus dibayar, khususnya pada bunga pinjaman serta tunggakan gaji dan lembur. Kas perseroan masih tidak berubah senilai Rp2,6 miliar.
Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengungkapkan bahwa pihaknya menolak permintaan perseroan untuk membatalkan forcedelisting. Namun, dirinya membuka peluang bagi INVS untuk kembali melantai di BEI 6 bulan sejak tanggal efektif delisting dengan sejumlah syarat.
Syaratnya antara lain perseroan harus memberikan bukti bahwa usaha perseroan masih berjalan dan laporan keuangan terakhir terkait kondisi perusahaan. Hal itu bisa menjadi landasan pertimbangan BEI untuk menerima opsi relisting bila memang ada jaminan keberlanjutan operasi untuk jangka panjang.
“Kami kan harus ada kepastian terkait rencana ekspansi bisnis INVS dan bukti bahwa INVS benar-benar masih beroperasi,” ujar Tito belum lama ini.
BEI telah memutuskan untuk mendepak INVS dari daftar emiten yang sahamnya diperdagangkan di BEI. Forced delisting akan efektif berlaku pada 23 Oktober 2017 mendatang. Dengan laporan kinerja hingga kuartal ketiga tahun ini yang masih lesu tersebut, tampaknya akan sulit bagi INVS untuk relisting.
Manajemen INVS sebelumnya sudah mencoba meminta kelonggaran pada BEI untuk menyelesaikan kewajibannya sehingga tidak dihapus paksa dari bursa. Dengan begitu, pemegang saham minoritas dan pemegang saham publik perseroan tidak dirugikan kepentingannya.
Perseroan menjanjikan akan merealisasikan sejumlah rencana akusisi proyek. Sambil itu dilakukan, perseroan juga menjanjikan akan memenuhi seluruh kewajiban keuangan kepada sejumlah pihak melalui beberapa alternative pendanaan.
Perseroan berencana mengusahakan fasiltas pinjaman dari perbankan atau lembaga keuangan lain, atau menggelar rights issue untuk mengakuisisi konsesi jalan tol atau proyek internal subsidiary dari INVS. Harapannya, usaha itu dapat memberi prospek pendapatan berkelanjutan bagi INVS.