Bisnis.com, JAKARTA—Harga logam industri kompak mengalami penguatan pada perdagangan kemarin seiring dengan prospek bertumbuhnya permintaan China dan masih lemahnya dolar AS.
Ekonom senior ABN Amro Bank Casper Burgering menuturkan, harga logam terbantu oleh proyeksi meningkatnya perekonomian China, sebagai konsumen terbesar di dunia. Bergeliatnya perekonomian berpotensi memacu ppermintaan.
Sepanjang 2017, data pertumbuhan ekonomi dan manufaktur Negeri Panda menunjukkan peningkatan yang signifikan. Bahkan, International Monetary Fund (IMF) sudah merevisi naik Produk Domestik Bruto (PDB) China pada 2017 menjadi 6,7% dari proyeksi sebelumnya sebesar 6,6%.
“Pelemahan dolar AS juga membantu kenaikan harga,” tutur Casper seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (26/7/2017).
Pada perdagangan Rabu (26/7/2017) pukul 9.15 WIB, indeks dolar naik 0,021 poin atau 0,02% menuju 94,075. Kendati menguat, indeks masih berada di area terendah dalam 13 bulan terakhir.
Pada penutupan perdagangan Selasa (25/7/2017) di London Metal Exchange (LME), harga aluminium naik 18 poin atau 0,94% menjadi US$1.930 per ton. Sepanjang tahun berjalan (year to date /ytd) harga sudah bertumbuh 14%, kedua tertinggi di antara logam lainnya.
Dalam waktu yang sama tembaga melonjak 198 poin atau 3,29% menuju US$6.225 per ton, atau level tertinggi sejak Mei 2015. Secara ytd harga tumbuh 12,46%.
Seng juga menguat 48 poin atau 1,72% menjadi US$2.836 per ton. Harga naik 10,09% secara ytd.
Adapun logam nikel naik 225 poin atau 2,30% menuju US$10.005 per ton. Sepanjang tahun berjalan harga masih terkoreksi 0,15%.
Harga nikel juga terdorong sentimen dari Filipina, sebagai eksportir terbesar di dunia. Dalam pidatonya, Senin (24/7/2017), Presiden Rodrigo Duterte menegaskan pentingnya perlindungan lingkungan dalam aktivitas penambangan. Bila pelanggaran terjadi, pemerintah tak akan segan memberikan sanksi pajak yang tinggi.
Pria yang sempat menutup sekitar 50% aktivitas tambang di Filipina itu juga mengutarakan sikap tidak setuju terhadap ekspor bijih mineral. Dia menginginkan perusahaan pertambangan di dalam negeri untuk mengolah bahan baku terlebih dahulu sebelum menjualnya ke pasar ekspor.
Sementara itu, harga logam timbal naik 58 poin atau 2,57% menuju US$2.318 per ton. Secara ytd harga tumbuh 14,95%, tertinggi di antara logam lainnya.
Adapun timah menguat 150 poin atau 0,74% menjadi US$20.305 per ton. Secara ytd harga masih terkoreksi 3,88%, terendah di antara logam industri lainnya.