Bisnis.com, JAKARTA--Anjloknya harga kakao di pasar global berisiko menekan kinerja emiten pengolahan biji kakao PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk. pada tahun ini.
Berdasarkan data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), harga kakao anjlok dari US$3,1 per kilogram pada Mei 2016 menjadi US$2 per kilogram pada Mei 2017. Sepanjang periode tersebut, harga kakao terkoreksi 35,99%.
Argo Nugroho, Sekretaris Perusahaan Bumi Teknokultura Unggul, menuturkan penurunan harga biji kakao menguntungkan perseroan lantaran dapat membeli bahan baku dengan harga yang lebih murah.
Emiten berkode saham BTEK ini menjalankan bisnis pengolahan biji kakao melalui PT Golden Harvest Cocoa Indonesia. GHCI memiliki pabrik seluas 65.675 meter persegi di Serang, Banten yang mulai beroperasi komersial sejak 2014. Pabrik tersebut menyerap bahan baku biji kakao dari petani cokelat di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Papua.
Pabrik GHCI memiliki kapasitas produksi 120.000 ton biji kakao per tahun untuk diolah menjadi produk lemak kakao dan padatan kakao. Produksi GHCI mayoritas diekspor ke pasar Eropa dan Amerika Serikat.
"Kami ini industri pengolahan biji kakao setengah jadi, harga jual kami sangat tergantung pada fluktuasi harga internasional," kata Argo ketika dihubungi Bisnis, Selasa (25/7).
Menurutnya, BTEK terus menggulirkan strategi yang efektif agar prospek produksi dan penjualan terus meningkat. Sepanjang kuartal I/2017, penjualan produk olahan biji kakao yang dibukukan BTEK mencapai Rp95,89 miliar. Adapun sepanjang tahun lalu, penjualan bersih produk pengolahan biji kakao tercatat sebesar Rp227,6 miliar.
"Perseroan akan memproduksi varian baru yang diminati pasar dan memiliki nilai jual yang tinggi di pasar internasional, yakni produk cocoa powder dan deodorized cocoa butter," imbuhnya.