Bisnis.com, JAKARTA - Harga kakao mengalami peningkatan dalam dua sesi perdagangan terakhir seiring dengan kekhawatiran pasar terhadap pemberontakan tentara di Pantai Gading. Negara tersebut merupakan penghasil biji kakao terbesar di dunia.
Pada penutupan perdagangan Senin (15/5/2017), harga kakao di ICE Futures New York kontrak Juli 2017 naik 26 poin atau 1,29% menjadi US$2.041 per ton. Ini merupakan level tertinggi sejak pekan pertama April 2017.
Head of research Ecobank Transnational Inc. Edward George menuturkan harga kakao melonjak sejak pekan lalu akibat memanasnya situasi di Pantai Gading, sebagai produsen terbesar di dunia. Pasalnya, tentara di negara tersebut menuntut pembayaran bonus dan membuat kerusuhan.
Aksi rusuh sebelumnya dipicu pernyataan Presiden Alassane Outtara tentang sikap pemerintah yang sudah mencapai kesepakatan dengan pasukan tentara pemberontak. Bulan lalu, negara sudah merevisi anggaran akibat harga kakao yang lebih rendah membuat kemampuan membayar tentara berkurang.
Pemberontakan tentara dimulai dengan memblokir sejumlah jalan utama pada Jumat (12/5/2017). Kemudian baku tembak terjadi di sejumlah wilayah Kota Abidjan dan Bouake.
"Ada sedikit kenaikan harga pada beberapa hari ini yang mencerminkan kegugupan pasar. Apalagi Bouake menjadi salah satu sentra perdagangan kakao, jelas orang merasa khawatir," paparnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (16/5/2017).
Sementara itu, International Cocoa Organization (ICCO) memproyeksikan produksi kakao di Pantai Gading berkisar 1,9 juta-2 juta ton pada musim 2016-2017 yang dimulai Oktober 2016.
Sebagai informasi, perhitungan musim kakao dimulai Oktober dan berakhir pada September tahun berikutnya. Artinya, awal musim berada di kuartal keempat setiap tahunnya.
ICCO memperkirakan harga biji cokelat pada musim 2016-2017 akan jatuh akibat pergeseran kondisi pasar yang menjadi surplus pasokan sebesar 264.000 ton, atau surplus terbesar dalam enam tahun terakhir. Sebelumnya pada musim 2015-2016, pasar global mengalami defisit sejumlah 196.000 ton.
Total produksi pada musim ini meningkat hampir 15% yoy menjadi 4,55 juta ton dari sebelumnya 3,96 juta ton. Sementara volume pengolahan (grinding) - yang menjadi ukuran tingkat permintaan - hanya tumbuh 2,9% yoy menuju 4,24 juta ton dari sebelumnya 4,12 juta ton.