Bisnis.com, JAKARTA - Harga logam mendapat sentimen negatif dari proyeksi melesunya permintaan di Amerika Serikat dan China.
Tahun lalu, harga logam mengalami peningkatan rata-rata sebesar 27,18%. Timah menjadi pemimpin pertumbuhan dengan kenaikan sejumlah 44,2%.
Kini, sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) hingga Selasa (25/4/2017), harga logam di London Metal Exchange (LME) menunjukkan kenaikan rata-rata 2,28%. Aluminium memimpin peningkatan sebesar 15,95% ytd menjadi US$1.963 per ton.
Adapun, komoditas ekspor seperti timah dan nikel masing-masing merosot 7,10% ke US$9.320 per ton dan 6,99% menuju US$19.625 per ton. Sementara tembaga masih melaju 3,08% menjadi US$5.706 per ton.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menyampaikan saat ini komoditas logam mendapatkan sentimen negatif dari kondisi pasar yang apatis terhadap kebijakan AS. Mereka menyangsikan Presiden Donald Trump mampu merealisasikan pembangunan infrastruktur karena mendapat hambatan dari kongres.
Kecemasan juga datang dari China akibat melambatnya permintaan properti, sehingga mengindikasikan berkurangnya konsumsi bahan baku logam. Pemerintah memang membatasi penjualan di sebagian besar kota lapis pertama dan kedua untuk mencegah gelembung harga.
"Faktor dari AS dan China itulah yang mencemaskan pasar, karena dua negara tersebut merupakan konsumen utama logam. Tapi pergerakan harga logam masih wajar," tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (26/4/2017).
Apalagi kondisi pasar cenderung berlebihan dalam menanggapi peristiwa politik di AS. Sejak Trump terpilih sebagai orang nomor satu Paman Sam, sambung Ibrahim, mata dunia memang selalu menanti dan condong bergerak sesuai sentimen-sentimen dari AS.
Kini, pasar menantikan pidato Trump soal penjabaran rencana pemangkasan pajak pada Rabu (26/4) waktu setempat. Sang Taipan properti juga genap 100 hari memimpin AS pada Sabtu (29/4), sehingga menjadi acuan pasar terhadap program ataupun kebijakannya ke depan.
Ibrahim memperkirakan, pada paruh kedua 2017 harga komoditas logam berpeluang semakin menguat seiring dengan membaiknya faktor fundamental antara suplai dan permintaan masing-masing komoditas. Selain itu, pasar bakal semakin optimis terhadap sentimen dari AS dan China.