Bisnis.com, JAKARTA--Setelah mengalami peningkatan harga mendekati 10% pada tahun lalu, World Gold Council (WGC) meyakni harga emas pada 2017 dapat melanjutkan tren kenaikan menyusul enam faktor utama yang mengerek permintaan.
Pada penutupan perdagangan Jumat (13/1), harga emas spot naik 1,91 poin atau 0,16% menuju ke US$1.197,34 per troy ounce (Rp512.296,45 per gram).
Sementara emas comex kontrak Februari 2017 menurun 3,6 poin atau 0,3% menjadi US$1.196,2 per troy ounce (Rp511.808,68 per gram).
WGC merupakan organisasi pengembangan pasar khusus industri emas. Dalam risetnya, Jumat (13/1), bertajuk Outlook 2017: Global Economic Trends & Their Impact on Gold, organisasi turut melibatkan sejumlah ekonom, seperti Jim O'Sullivan, Chief US Economist at High Frequency Economics; John Nugee, pengamat ekonomi dan geopolitik serta mantan Reserves Chief Manager Bank of England; dan David Mann, ekonom Standard Chartered Bank.
Para analis memaparkan pada 2016 investor kembali beralih ke batu kuning akibat kombinasi dari ekonomi makro yang belum memuaskan dan minat terhadap emas yang tinggi. Harga emas dalam dolar AS berhasil meningkat mendekati 10% pada tahun lalu. Bahkan dalam mata uang lain, harga naik melampaui persentase itu.
Setelah memulai tahun baru 2017, ada beberapa kekhawatiran kekuatan dolar AS dapat membatasi daya tarik emas. Meskipun demikian, analis WGC meyakini emas masih sangat relevan sebagai komponen portofolio strategis.
Setidaknya ada enam faktor utama yang mendukung tumbuhnya permintaan emas pada 2017, yakni (1) meningkatnya risiko geopolitik; (2) depresiasi sejumlah mata uang dunia; (3) kenaikan ekspektasi inflasi; (4) mengembangnya valuasi pasar saham; (5) pertumbuhan ekonomi Asia dalam jangka panjang; dan (6) pembukaan pasar baru.
John Nugee mengatakan, meningkatnya risiko geopolitik mengemuka pada 2017 seiring dengan pemilihan umum di Belanda, Perancis, dan Jerman. Proses pemilu kali ini dibayangi dengan latar belakang soal kerusuhan warga akibat tidak meratanya kesejahteraan ekonomi.
Proses negosiasi Inggris untuk keluar dari Uni Eropa masih berkembang menjelang pengaktifan Pasal 50 sebelum Maret 2017. Perekonomian Inggris masih mencoba bangkit, dan pound terus tertekan setelah peristiwa "hard brexit".
Dari AS, ada harapan positif tentang beberapa proposal ekonomi Donald Trump dan timnya. Dolar AS pun meningkat signifikan setelah proses pemilu pada 9 November 2016.
Namun, kemenangan Trump juga memunculkan ketidakpastian. Menurut Jim O'Sullivan, risiko utama yang diantisipasi pasar ialah negosiasi perdagangan antara AS dengan negara lain.
"Ada ketegangan di pasar terhadap pemerintahan baru AS. Dan emas akan mengambil keuntungan sebagai aset haven," ujarnya dalam laporan yang dikutip Bisnis.com, Minggu (15/1/2017).