Bisnis.com, JAKARTA--Harga tembaga rentan melemah setelah China memangkas impor ke level terendah dalam enam bulan terakhir. Negeri Panda merupakan produsen tembaga mentah , sekaligus pengguna tembaga olahan terbesar di dunia, sehingga kinerjanya sangat memengaruhi sentimen komoditas tersebut.
Pada perdagangan Kamis (13/10) pukul 18:26 WIB harga tembaga di bursa Comex untuk kontrak Desember 2016 turun 1,75 poin atau 0,8% menjadi US$215,9 per pon. Adapun harga tembaga di London Metal Exchange (LME) meningkat 2 poin atau 0,04% menuju US$4.814 per ton pada penutupan perdagangan Rabu (12/10).
Data Bea Cukai China menunjukkan, pembelian tembaga mentah dan produknya jatuh ke 340.000 pada September 2016, turun dari bulan sebelumnya 350.000 ton serta September 2015 sejumlah 455.258 ton. Namun, dalam 9 bulan pertama sepanjang tahun ini, impor meningkat 12% (yoy) menjadi 3,79 juta ton.
Li Li, analis Jinrui Futures Ltd., mengatakan volume impor sedikit di bawah ekspektasi perusahaan yang mencerminkan melambatnya permintaan domestik, bahkan ketika musim konsumsi sedang menanjak. Sepanjang tahun berjalan, harga tembaga nyaris tidak bertumbuh dibandingkan logam LME lainnya, akibat jumlah pasokan melebihi tingkat konsumsi.
Smelter di China justru menaikkan produksi 8,7% pada Januari--Agustus 2016 menjadi 5,5 juta ton, sehingga mengurangi kebutuhan impor. "Menurunnya impor menunjukkan perlambatan permintaan dari China," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (13/10/2016).
Melemahnya data perdagangan nasional juga memberikan sentimen negatif terhadap pasar tembaga, terutama melambatnya sektor properti.
Bea Cukai mencatat, impor telah menyusut 1,9% (mom) pada September, sehingga meruntuhkan harapan akan kenaikan impor selama dua bulan berturut-turut sejak Agustus. Seperti diketahui, impor Agustus secara tak terduga tumbuh 1,5%, atau menjadi ekspansi pertama dalam hampir dua tahun.
Sebagai pengganti impor logam olahan, smelter-smelter didorong untuk melakukan pembelian bijih tembaga dan konsentrat sebesar 32% menuju 12,24 juta ton pada Januari--September 2016. Adapun bulan kemarin, impor mencapai 1,39 juta ton, turun 1,45 juta ton dari Agustus 2016 dan meningkat dari 1,21 juta ton pada September 2015.
Standard Chartered dalam risetnya menuliskan momentum perekonomian China bakal lebih stabil di sisa tahun ini. Mreka menjaga prediksi PDB China 2016 sebesar 6,8%. Sentimen ini turut memberikan angin segar bagi komoditas, tak terkecuali tembaga.
Mereka memprediksi harga tembaga bakal terus bertumbuh dari US$4.850 per ton pada 2016, menjadi US$5.560 per ton dan US$6.300 per ton pada 2017 serta 2018.
Meskipun demikian, pandangan pesimis disampaikan oleh Jie Zheng, analis Huatai Financial Holdings (Hong Kong) Limited. Zheng menyampaikan harga tembaga diprediksi melemah akibat menurunnya konsumsi.
Huatai China Copper Consumption Index menunjukkan pertumbuhan permintaan melambat, yakni turun 17% pada Juni 2016 dibandingkan 22% pada Mei 2016.
Dari sisi suplai, kelebihan pasokan bakal terjadi setelah industri-industri yang pernah beroperasi kembali melakukan aktivitas penambangan. Huatai memprediksi rerata harga tembaga 2016 senilai US$4.664 per ton, dan 2017 sebesar US$4.804 per ton.
Sejumlah riset menyatakan pasar global masih kelebihan pasokan sehingga harga di LME akan jatuh pada tahun ini. RBC Capital Markets mengestimasi surplus di 2016 sebanyak 181.000 ton, sementara Goldman Sachs Group Inc., memperkirakan pasar akan seimbang mulai 2020.