Bisnis.com, JAKARTA--Mata uang pound sterling mengalami rebound setelah Perdana Menteri Theresa May setuju melibatkan parlemen terkait rencana keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa.
Pada perdagangan Rabu pukul 16:06 WIB, nilai GBP meningkat 1,27% menuju 1,23277 per dolar AS. Artinya, nilai GBP sudah terkoreksi 16,76% sepanjang tahun berjalan.
Sebelumnya pada Selasa (11/10), harga GBP anjlok ke posisi 1,21 per dolar AS. Angka tersebut menunjukkan level terendah baru sejak Maret 1985
Andri Hardianto, Analis Asia Trade Point Futures, menuturkan penguatan GBP di pasar Asia merupakan imbas dari sentimen domestik. Perdana Menteri Theresa May setuju agar parlemen Inggris terlibat dalam pengambilan keputusan posisi Britania Raya di Uni Eropa.
Sebelumnya, May berjanji keputusan Brexit akan dilakukan pada Maret 2017, sebagai tindak lanjut referendum pada 23 Juni silam. Pernyataan Sang PM langsung menyedot perhatian dunia dan disebut sebagai peristiwa Hard Brexit.
Menurut Andri, arah sikap parlemen nantinya belum diketahui secara jelas. Namun, pelaku pasar domestik berharap parlemen turut mempertimbangkan potensi kerugian finansial yang dapat menyeret pertumbuhan domestik bruto (PDB) Inggris sebagai efek Brexit.
Ke depannya, sentimen harga pound sterling masih didominasi dari arah kebijakan politik May. Kemudian GBP turut terpengaruh faktor eksternal dari Amerika Serikat perihal kenaikan suku bunga The Fed.
"GBP masih sulit untuk benar-benar keluar dari tekanan. Kecuali ada arah baru soal kebijakan Brexit dari PM May," ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (12/10/2016).
Dalam waktu dekat, harga GBP dipengaruhi risalah rapat The Fed. Pengumuman akan dirilis pada Rabu (12/10) pukul 14:00 waktu setempat atau Kamis (13/10) 02:00 WIB.