Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KINERJA 10 EMITEN RAKSASA: Laba Lokomotif Bursa Mulai Melaju

Kinerja emiten berkapitalisasi pasar raksasa sebagai lokomotif lantai bursa mulai melaju dengan perolehan laba bersih tumbuh 4,96% menjadi Rp28,75 triliun pada kuartal I/2016 dari Rp27,39 triliun.
Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/4)./Antara-Sigid Kurniawan
Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/4)./Antara-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja emiten berkapitalisasi pasar raksasa sebagai lokomotif lantai bursa mulai melaju dengan perolehan laba bersih tumbuh 4,96% menjadi Rp28,75 triliun pada kuartal I/2016 dari Rp27,39 triliun.

Sebanyak 10 emiten berkapitalisasi pasar besar mencapai Rp2.521 triliun atau mewakili 49,1% dari total kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia senilai Rp5.136 triliun. Kapitalisasi pasar adalah jumlah lembar saham dikalikan dengan harga saham saat ini.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, hanya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang belum merilis kinerja keuangan kuartal I/2106 dari 10 emiten big cap.

Emiten rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) menjadi jawara dengan pertumbuhan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk mencapai 32,09% year-on-year senilai Rp1,69 triliun. Sebaliknya, raksasa otomotif PT Astra International Tbk. (ASII) harus terpuruk dengan koreksi laba 22,04% menjadi Rp3,11 triliun.

Kinerja GGRM juga mengejutkan lantaran lebih tinggi 36,56% dari proyeksi konsensus yang dirangkum Bloomberg. Sedangkan, kinerja ASII awal tahun ini justru lebih rendah 24,23% dari proyeksi konsensus.

Senior Market & Technical Analyst PT KDB Daewoo Securities Indonesia Heldy Arifien pertumbuhan kinerja emiten berkapitalisasi pasar raksasa itu bisa menjadi penggerak Indeks harga saham gabungan (IHSG).

Terutama dari saham sektor barang-barang konsumsi seperti PT Unilever Tbk. (UNVR), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (HMSP), dan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) yang dalam beberapa pekan ini menjadi movers Indeks.

"Sektor perbankan yang menjadi bobot 30% terhadap IHSG masih tertahan karena adanya sentimen negatif terkait pemangkasan margin. Beberapa kinerja big cap akan menjadi movers minimal sampai kuartal II/2016," katanya saat dihubungi Bisnis.com, Minggu (1/5/2016).

Dia menilai, dari katalis yang ada, termasuk kinerja emiten kuartal I/2016, dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ke area positif. Bila pertumbuhan ekonomi membaik, dia optimistis IHSG bakal menembus level 5.000 pada paruh pertama tahun ini.

Kendati demikian, tembusnya level 5.000 bakal bergantung pada kepastian rencana pemerintah untuk memangkas margin bunga bersih (net interest margin/NIM) pada sektor perbankan. Bila rencana itu batal diimplementasikan, IHSG dipastikan akan berjalan mulus menembus level 5.000.

Menurutnya, sektor yang diproyeksi akan moncer pada tahun ini adalah properti dan consumer goods. Adanya pemangkasan suku bunga acuan (BI Rate) dan implementasi pengampunan pajak (tax amnesty) dipastikan akan melonggarkan likuiditas.

Pertumbuhan likuiditas itu, kata dia, akan mendorong meningkatnya daya beli masyarakat. Sisi lainnya, dana masuk dari tax amnesty juga diperkirakan akan menggerakkan kinerja emiten infrastruktur.

Direktur Utama PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Anthoni Salim menuturkan awal tahun ini, anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) tersebut, membukukan penjualan Rp8,92 triliun atau meningkat 12% dari kuartal I/2015 sebesar Rp7,97 triliun.

Kontribusi penjualan divisi mi instan, dairy, makanan ringan, penyedap makanan, nutrisi & makanan khusus dan minuman, masing-masing mencapai 66%, 19%, 6%, 2%, 2%, dan 5%, terhadap total konsolidasi.

Adapun, laba usaha emiten bersandi ICBP itu tumbuh 31,9% menjadi Rp1,33 triliun dari Rp1,01 triliun. Sedangkan, margin laba usaha melonjak menjadi 14,9% dari 12,7%. Margin laba bersih juga naik menjadi 10,6% dari 10%.

Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk meningkat 18,6% menjadi Rp944,8 miliar dari Rp796,8 miliar. Core profit tercatat tumbuh 24,1% menjadi Rp969,5 miliar dari Rp781,5 miliar.

"Kami tetap berkomitmen untuk mempercepat pertumbuhan, dan melaksanakan berbagai inisiatif organik maupun anorganik guna mendorong kinerja yang baik," kata dia.

Pada kesempatan berbeda, Direktur Utama H.M. Sampoerna Paul Norman Janelle, menuturkan saat terjadi penurunan kinerja industri rokok sebesar 5,9% pada kuartal I/2016, serta situasi ekonomi yang masih melemah, perseroan mengklaim berhasil mempertahankan kepemimpinannya di pasar industri rokok Indonesia dengan menguasai 34,1% pangsa pasar.

Perseroan memperkirakan bahwa total pasar rokok di Indonesia akan menurun sebesar 1%-2% pada 2016. Hal ini dampak dari kenaikan cukai rokok sebesar 15% berdasarkan perhitungan rata-rata tertimbang (weighted average), serta kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rokok.

"Kami khawatir bahwa tambahan kenaikan tarif cukai atau PPN rokok dapat menyebabkan tekanan yang lebih dalam bagi industri, serta menimbulkan dampak yang tidak baik bagi pekerja di segmen padat karya," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper