Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia siap menampung dana hasil repatriasi dalam kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty karena transaction velocity masih rendah.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan transaction velocity yang didapatkan dari nilai perputaran transaksi per tahun dibanding dengan kapitalisasi pasar di BEI baru 30%.
“Apakah pasar modal sanggup? Saya katakan dengan mudah, Rp1000 triliun pun bisa masuk dan pasar modal tidak goyang,” ujarnya di hadapan anggota Komisi XI DPR saat menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU), Rabu (27/4/2016).
Saat ini, jelasnya, nilai kapitalisasi pasar sekitar Rp5.143,5 triliun. Namun, nilai transaksi per bulan hanya sekitar Rp150 triliun. Dengan demikian, velocity-nya baru 30% sehingga ada ruang hingga Rp300 triliun per bulan yang masih kosong.
Tito pun mengatakan BEI tidak dalam posisi menyatakan pro atau kontra terhadap tax amnesty, melainkan harus bersiap karena adanya dana besar yang dimungkinkan masuk.
Problem yang selama ini menyebabkan investor enggan masuk memang salah satunya dari sisi return,keamanan, dan stabilitas politik. Pada saat yang bersamaan, ada kebutuhan pemerintah untuk melakukan pembangunan infrastruktur secara masif.
Untuk mempertemukan dua kepentingan itu, setidaknya ada dua hal yang harus masuk dalam tax amnesty, yakni penahanan dana jangka panjang dan pemberian return yang menarik.
Menurutnya, return yang menarik itu bisa didapatkan dari dua sektor yakni infrastruktur dan medium size company. Pasar modal terutama dalam produk reksadana, lanjutnya, menjadi salah satu wadah yang bisa digunakan.
Reksadana itu a.l. pertama, reksadana kontrak investasi kolektif yang terdiri atas investasi ke portofolio saham dan/atau obligasi serta dana investasi real estate. Kedua, KIK-Efek Beragun Aset, yakni investasi ke aset keuangan berbentuk piutang. Ketiga, reksadana penyertaan terbatas, yakni investasi ke portofolio efek sektor riil.
“Ini harus di-lock-up 5 tahun,” katanya.