Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KINERJA ELSA: Kala Elnusa Berharap Pada Harga Minyak & Konsoliasi BUMN

Terpuruknya harga minyak mentah dunia hingga level di bawah US$30 per barel membuat kinerja perusahaan minyak dan gas rontok.
Elnusa/Ilustrasi
Elnusa/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Terpuruknya harga minyak mentah dunia hingga level di bawah US$30 per barel membuat kinerja perusahaan minyak dan gas rontok.

Tahun ini, perusahaan jasa minyak dan gas bumi PT Elnusa Tbk. juga berharap dari tuah membaiknya harga emas hitam agar pundi-pundi laba meningkat.

Destya Faishal, analis PT Phillip Securities Indonesia, dalam risetnya menyebutkan pihaknya mempertahankan pandangan negatif terhadap industri minyak dan gas. Hal itu terjadi lantaran melimpahnya pasokan global yang diproyeksikan bakal bertahan tahun ini.

Kegiatan hulu Migas diproyeksi akan diikuti oleh penurunan harga minyak dunia. Pada Januari 2016, jumlah rig total di Indonesia merosot 44% year-on-year dan turun 20% dari bulan sebelumnya.

Proyeksi Pendapatan & Laba Ditingkatkan

Kendati demikian, Phillip Securities menetapkan rekomendasi beli saham ELSA dengan target harga lebih tinggi dari Rp310 per lembar. Dia juga meningkatkan proyeksi pendapatan Elnusa menjadi Rp3,45 triliun dari sebelumnya Rp3,16 triliun.

Perseroan mengumumkan telah mengantongi kontrak baru senilai US$317 juta dari jasa perawatan sumur dan proyek seismik berbanding US$185 juta pada tahun lalu.

"Kami juga merevisi naik proyeksi laba bersih Elnusa tahun ini menjadi Rp406 miliar dari estimasi sebelumnya Rp306 miliar," tulisnya.

Dia mengatakan, manajemen Elnusa berniat untuk memasuki bisnis listrik bersama induk usaha, PT Pertamina (Persero), melalui pengembangan listrik tenaga gas buang demi diversifikasi bisnis.

Ekspansi itu dilakukan untuk mendukung program pemerintah mendorong peningkatan kapasitas daya listrik.

Perseroan kemudian akan menjual listrik yang diproduksi kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Rencana ekspansi itu juga bertujuan untuk meningkatkan pangsa pasar menjadi 8%-10% tahun ini dari sebelumnya 5% dengan fokus pada jasa pemeliharaan dibandingkan dengan pengeboran baru yang diproyeksi bakal menurun.

Tahun lalu, perseroan membukukan pendapatan Rp3,77 triliun, merosot 10,6% secara tahunan dari 2014 yang mencapai Rp4,22 triliun lantaran rendahnya aktivitas minyak dan gas akibat harga yang terus tertekan.

Namun, perseroan berhasil menekan beban pokok pendapatan 11,7% menjadi Rp3,06 triliun setelah melakukan efisiensi di berbagai lini.

Saat bersamaan, layanan sub kontrak merosot 25% y-o-y dan biaya pembelian terkoreksi sebesar 29% y-o-y yang diakibatkan oleh lebih rendahnya aktivitas Migas. Namun, rendahnya harga minyak membantu penurunan biaya bahan bakar hingga 42% dari 2014.

Harga Minyak Mentah Jadi Tumpuan

Secara terpisah, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo, menilai level terendah sudah dicapai oleh harga minyak mentah dunia. Tren penurunan terjadi bukan saat harga mulai membaik, tetapi ketika kondisi diyakini tidak akan lebih buruk lagi.

"Harga minyak diyakini sudah memasuki level bottom, saat itulah investor merasa kondisi tidak mungkin lebih jelek lagi. Meski memang harga minyak belum pulih," katanya saat dihubungi Bisnis.com.

Kondisi harga minyak mentah dunia, katanya, dinilai lebih baik bila dibandingkan dengan tahun lalu. Semua emiten pertambangan mematok target hati-hati pada tahun ini.

Namun demikian, data-data perekonomian dunia cenderung masih jelek meski diyakini tidak akan lebih buruk dari sebelumnya. Pendorong ekonomi global berasal dari Amerika Serikat yang dinilai telah melewati masa-masa terburuknya.

Sementara itu, kinerja emiten jasa pertambangan, kata dia, sangat bergantung pada harga komoditas. Optimisme perusahaan Migas membuat mereka bakal melakukan ekspansi dan produksi.

"Bisa jadi, kontraktor pertambangan mulai melihat ke depan akan ada proyek-proyek yang baru, meski ke depan masih dalam pertanyaan, investor berharap setidaknya harga minyak bisa lebih baik," tuturnya.

Pada sisi lain, Dana Moneter Internasional (international monetary fund/IMF) dan Bank Dunia menurunkan prospek ekonomi global. Hal itu membuat proyeksi ke depan terbilang lebih buruk dari sebelumnya.

Konsolidasi BUMN Minyak & Gas Jadi Spekulasi

Adapun, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan akan menggabungkan perusahaan pelat merah sektor Migas di bawah PT Pertamina (Persero). Rencana itu diproyeksi dapat menguntungkan Elnusa yang masih dimiliki mayoritas oleh Pertamina.

Investor berspekulasi konsolidasi BUMN Migas membuat PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., dan PT Pertamina Gas akan berada di bawah kendali Elnusa. Spekulasi itu membuat harga saham Elnusa melesat tajam.

Satrio menilai tidak berpartisipasinya Iran dalam pertemuan Doha menimbulkan ketidakpastian dalam pergerakan harga minyak mentah dunia. Menurutnya, pertemuan di Doha itu murni persaingan antara produsen minyak Arab Saudi dan Iran yang berdampak pada volatilitas harga.

Dia menjelaskan, kegagalan pertemuan Doha itu bakal membuat tekanan terhadap harga minyak dalam jangka pendek. Tidak sulit sebenarnya untuk mengajak Iran ke dalam meja perundingan.

"Ke depan, harga minyak masih volatile, saya melihatnya Arab Saudi tidak ada pilihan lain, nanti akan ada pengetatan produksi tapi jangka panjang," katanya.

Pengetatan produksi minyak itu, katanya, diperkirakan akan membuat harga minyak akan stabil pada level yang cukup tinggi. Meski tidak akan berada di bawah level US$30 per barel, dia memerkirakan harga minyak akan stabil pada kisaran US$30 per barel hingga US$45 per barel.

Meski kinerja perseroan terkoreksi, saham ELSA justru melesat 73,28% sejak awal tahun ke level Rp428 per lembar. Perusahaan yang tercatat di sektor energi dengan subsektor jasa Migas itu memiliki kapitalisasi pasar Rp3,12 triliun.

Pendapatan Elnusa Ditarget Capai Rp3,99 Triliun

Direktur Utama Elnusa Syamsurizal dalam laporan tahunan menyatakan setelah pertumbuhan positif pada 2013 dan 2014, perseroan mengalami penurunan revenue tahun lalu lantaran anjloknya harga minyak mentah dunia hingga US$30 per barel. Pendapatan perseroan akhirnya terkoreksi 10,6% dibandingkan dengan 2014 silam.

Tahun ini, perseroan memproyeksikan kondisi perekonomian dunia dan Indonesia tidak lebih baik dari tahun lalu. Rentang harga minyak mentah dunia masih pada kisaran US$50 per barel.

Kondisi tersebut diperkirakan akan mempengaruhi pemangkasan anggaran perusahaan Migas yang bakal berdampak pada berkurangnya pasar jasa Migas.

"Perseroan memproyeksikan laju pertumbuhan pendapatan 2016 sebesar 5,8% atau Rp3,99 triliun dibandingkan dengan 2015," katanya.

Kontributor pendapatan masih didominasi oleh segmen jasa hulu Migas terintegrasi sebesar 53%, segmen jasa distribusi dan logistik energi 34%, serta sisanya dari jasa penunjang Migas 13%.

Manajemen ELSA mengklaim akan berupaya mempertahankan margin profitabilitas laba kotor dan laba bersih di level yang sama dengan tahun lalu. Sisi internal, perseroan melakukan diversifikasi bisnis, efisiensi, dan perbaikan proses bisnis berkelanjutan.

Sementara terkait rencana dan proyeksi pertumbuhan, tahun ini perseroan membutuhkan investasi pada peralatan jasa hulu Migas terintegrasi dan jasa distibusi logistik energi. Investasi itu tentu membutuhkan permodalan baik dari sumber pinjaman, maupun kas internal.

"Laju pertumbuhan dan rencana investasi tersebut dijalankan dengan tetap menjaga struktur modal yang optimal," tuturnya.

Pembelian Kapal Seismik

Untuk mendukung kinerja tahun ini, perseroan melalui anak usahanya, PT Elnusa Trans Samudera (ETSA) membeli kapal seismik dengan harga di bawah US$320 juta, yang diharapkan bakal tiba bulan depan. Kapal yang dibeli tersebut diproduksi pada 1992, dan telah diremajakan (rebuild) pada 2013.

Kapal Elnusa disebut-sebut memiliki sejumlah kelebihan dan kemampuan yang belum pernah dimiliki oleh dua kapal seismik berbendera Indonesia lainnya.

Kapal tersebut dilengkapi teknologi terbaru dan memiliki kapasitas untuk membawa 12 streamer dengan jangkauan masing-masing 10 kilometer. Streamer berfungsi sebagai hydropone yang menangkap gelombang dari getaran untuk mengetahui kandungan minyak dan gas bumi di bawah laut.

Nantinya, perseroan akan menggunakan kapal itu untuk melakukan survei seismik di laut dalam demi penemuan cadangan Migas. Tidak hanya itu, perseroan juga tengah mengkaji memasuki sektor kelistrikan dengan memanfaatkan gas sisa.

Investor ELSA sudah sangat optimistis kinerja perusahaan berlambang kuda laut emas itu bakal membaik, tercermin dari melesatnya harga saham perseroan hingga 73,28% y-t-d. Lantas, mampukah manajemen Elnusa mempertahankan laju kinerja di tengah harga minyak mentah dunia yang terus tertekan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper