Bisnis.com, JAKARTA--Jumlah pengolahan kakao atau biji cokelat di Eropa diprediksi naik ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir, menyusul harga komoditas tersebut yang terkoreksi 4,7% pada kuartal I/2016.
Pada perdagangan Selasa (5/4) pukul 19:16 WIB harga kakao di ICE untuk kontrak Mei 2016 terkoreksi 0,14% atau 3 poin menjadi US$2.105 per ton. Artinya, sepanjang tahun berjalan harga sudah merosot 4,45%.
Survei Bloomberg melansir pengolahan biji cokelat di Eropa pada triwulan pertama 2016 diprediksi berjumlah 344.460 ton atau naik ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir. Angka tersebut meningkat 2% secara tahunan (y-o-y) sebesar 337.706 ton.
Salah satu penyebab naiknya pengolahan adalah harga kakao yang tergelincir 4,7% sepanjang kuartal I/2016 dan menjadi penurunan terbesar sejak akhir 2014. Alhasil, perusahaan pengolahan, seperti bubuk cokelat dan mentega mendulang keuntungan lebih.
Analis Sigma Broking Ltd. Ian Tyler menuturkan, penurunan harga berjangka sejak awal tahun menjadi kesempatan bagi industri pengolahan untuk memacu produksi.
"Meskipun demikian, perlambatan permintaan akan terjadi pada kuartal II dan kuartal III karena perusahaan sudah menahan diri dalam menyetok," ujarnya seperti diutip dari Bloomberg, Selasa (5/4/2016).
Laporan Bank Dunia menyatakan, harga kakao sepanjang tahun ini diproyeksi bakal menguat 2,1% secara tahunan (y-o-y) dari 2015 sejumlah US$3,14 per kg. Pasalnya, produksi Indonesia sebagai eksportir ketiga terbesar di dunia merosot, sama seperti yang terjadi di Pantai Gading.
Namun, berangsur-angsur berlebihnya pasokan mulai kembali terjadi tahun depan sehingga memangkas proyeksi nilai jual. Harga kakao 2016 diperkirakan berada di posisi US$3,2 per kg dan turun hingga US$2,82 per kg pada 2020. Pada Januari rerata harga ialah US$2,95 per kg dan Februari senilai US$2,92 per kg.
Analis Daewoo Securities Nur Marini dalam risetnya Jumat (1/4) memaparkan, saat ini Indonesia menjadi produsen kakao ketiga terbesar di dunia dengan kontribusi 13%, menyusul Pantai Gading (38%), dan Ghana (19%). Sebagian besar biji cokelat lokal diekspor dalam bentuk curah.
Pada 2009, hampir 93% kakao atau 535.191 ton diekspor keluar dari total produksi nasional 577.000 ton. Berdasarkan perkiraan International Cocoa Organization, volume ekspor Indonesia telah meningkat, dari 765.000 ton pada tahun 2014 menjadi sekitar 800.000 ton di masing-masing tahun 2015 dan 2016.
Sayangnya, fakta mayoritas kakao diekspor dalam jumlah besar menunjukkan kurangnya pemanfaatan coklat menjadi produk bernilai tambah di dalam negeri. Menurut data Kementerian Perindustrian, Negeri Garuda baru memiliki 19 perusahaan pengolahan pada 2015.