Bisnis.com, JAKARTA - Pada akhir 2014 dan awal 2015, sejumlah perusahaan sekuritas menyatakan optimismenya terhadap kinerja PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. sebagai BUMN yang bakal memetik berkah dari rencana pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur pada tahun lalu.
Menurut riset UOB Kay Hian Securities yang dirilis pada 5 Desember 2014, volume penjualan emiten berkode saham SMGR itu diperkirakan bertumbuh 5%-7% menjadi sekitar 28 juta ton hingga 29 juta ton pada 2015 berkat maraknya pembangunan infrastruktur.
NH Korindo Securities pada 29 Desember 2014 juga memperkirakan pendapatan penguasa pangsa pasar semen Indonesia itu mencapai Rp29,9 triliun atau tumbuh 10,3% dibandingkan dengan realisasi 2014.
Dalam publikasi yang sama, UOB Kay Hian memberi rekomendasi beli (buy) untuk saham SMGR dengan target harga hingga Rp19.250 per lembar di mana harga pada saat ini mencapai Rp16.500 per lembar. NH Korindo menetapkan target harga Rp17.200.
Bagaimana hasilnya? Setelah setahun berselang atau pada Januari 2016, Semen Indonesia melaporkan penjualannya mencapai 26,45 juta ton pada Januari-Desember 2015, atau hanya tumbuh 0,4% dibandingkan dengan 26,35 juta ton pada periode yang sama 2014.
NH Korindo Securities pada 18 Januari 2016 kembali mengeluarkan publikasi yang memperkirakan Semen Indonesia dapat meraup pendapatan Rp27,5 triliun atau hanya tumbuh 2% pada 2016.
Bagaimana dengan nasib saham SMGR? Sepanjang 2015, saham tersebut tidak pernah menyentuh level harga penutupan Rp17.000, Rp18.000, apalagi Rp19.000 dengan harga penutupan tertinggi hanya mencapai level Rp16.225 pada Januari 2015.
Dengan kata lain, banyak perkiraan yang meleset walaupun pemerintah berulang kali menyatakan keinginannya menggenjot pembangunan infrastruktur nasional.
Sebagai gambaran, tren penurunan penjualan Semen Indonesia mulai tampak pada awal paruh pertama 2015 dan kemudian berlanjut hingga paruh kedua.
Peningkatan penjualan mulai tampak pada pertengahan semester II/2015 kendati tidak mampu mendongkrak pertumbuhan sepanjang tahun.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dinilai menjadi salah satu penyebab perlambatan pertumbuhan penjualan Semen Indonesia di samping faktor cuaca, kenaikan biaya distribusi, biaya listrik sampai kehadiran pemain baru.
Pemain baru tersebut antara lain PT Cemindo Gemilang dengan produk semen “Merah Putih” dan PT Jui Shin Indonesia dengan produk semen “Garuda”, di samping pasar lain yang dikuasai oleh perusahaan sejenis seperti PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. atau PT Holcim Indonesia Tbk.
Sejauh ini, Semen Indonesia masih menguasai pangsa pasar penjualan semen di Indonesia. Pada 2015, pangsa pasar Semen Indonesia terjaga di atas 40% tetapi relatif mengalami penurunan dibandingkan dengan 10 tahun lalu ketika mencapai 46,8%.
OPTIMISTIS
Bagaimana dengan perkiraan kinerja Semen Indonesia pada 2016? Sejumlah perusahaan sekuritas kembali menyatakan optimismenya terhadap kinerja perusahaan semen yang memasarkan produknya hampir di seluruh Indonesia ini.
Dalam publikasinya pada Jumat (22/1), analis UOB Kay Hian Securities Marwan Halim memperkirakan Semen Indonesia dapat memperoleh manfaat dari pembangunan infrastruktur di dalam dan luar Jawa pada 2016.
Marwan menyebutkan Semen Indonesia sebagai BUMN telah ditunjuk sebagai salah satu pemasok utama semen untuk sejumlah proyek infrastruktur besar seperti proyek kereta ringan (light rail transit/LRT), proyek Terminal 3 bandar udara Soekarno-Hatta, tol Sumatera ruas Medan-Tebing Tinggi, kereta api Trans Sulawesi, dan aneka proyek tol di Jawa Timur.
“Setelah volume penjualan yang datar sebesar 26,5 juta ton pada 2015, volume penjualan diharapkan tumbuh 6% y-o-y menjadi 28 juta ton pada 2016, disokong oleh ekonomi yang lebih kuat dan pengeluaran pemerintah yang lebih besar dalam pembangunan infrastruktur,” tulis Marwan.
Di samping itu, operasional SMGR diyakini lebih efisien berkat biaya energi yang lebih rendah. Penurunan harga solar sebesar 9% dan tarif listrik sebesar 8,5% oleh pemerintah dianggap bisa mengurangi biaya produksi sampai 2% pada 2016.
“Kami juga percaya harga energi bakal tetap di bawah pada tahun ini karena harga minyak dan batu bara saat ini telah turun sebesar 30% y-o-y dan 20% y-o-y, berturut-turut,” tulis Marwan.
Sementara itu, NH Korindo Securities juga berharap industri semen dapat melesat kembali pada 2016 berkat sejumlah sentimen utama, termasuk penurunan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia dari 7,5% menjadi 7,25%.
Dalam publikasi pada Senin (18/1), analis NH Korindo Securities Raphon Prima menyatakan dalam 2 tahun terakhir ketika BI Rate berada di sekitar 7,5%, pertumbuhan penjualan domestik oleh Semen Indonesia menurun secara konsisten.
“Di samping pemangkasan BI Rate ke 7,25%, kami memperkirakan volume penjualan domestik SMGR meningkat tahun ini sampai 7% menjadi 27,9 juta ton (versus 26 juta ton pada perkiraan penjualan 2015),” tulisnya.
Dalam publikasinya, UOB Kay Hian menetapkan target harga saham Rp13.100 dan NH Korindo menetapkan Rp12.000. Apakah perkiraan para pelaku pasar tersebut dapat tercapai atau kembali meleset?