Bisnis.com, JAKARTA--Ambrolnya harga minyak mentah dunia membuat saham-saham perusahaan pertambangan di Indonesia juga berguguran. Namun, dua emiten tambang PT Sugih Energy Tbk. dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. justru tengah mengincar akuisisi perusahaan energi.
Direktur Keuangan Sugih Energy Pedro Flames mengatakan perseroan masih membuka peluang untuk menggenjot pertumbuhan bisnis secara anorganik sesuai dengan keinginan pemegang saham.
Keinginan untuk mengakuisisi dua emiten sektor energi dilakukan oleh Dana Pensiun Pertamina melalui Sugih Energy. Tahun lalu, Dapen Pertamina membeli 8,1% saham SUGI, dan menjadi pemilik kedua terbesar setelah Goldenhill Energy Fund 11,52%.
"Kami terbuka untuk akuisisi, untuk emiten Migas. Kami akan melihat semua peluang yang ada," katanya kepada Bisnis.com, Kamis (21/1/2016).
Setelah menggenggam saham SUGI, Dapen Pertamina berencana mengakuisisi tiga saham emiten, termasuk dua di antaranya bergerak di sektor energi melalui Sugih Energy. Dapen Pertamina bahkan telah menyiapkan dana US$200 juta yang diperoleh dari pinjaman sindikasi lima bank sebesar US$400 juta, yakni Deutsche Bank, BNP Paribas, dan Credit Suisse.
Pedro mengaku belum menyiapkan dana untuk ekspansi anorganik yang bakal dilakukan manajemen SUGI tahun ini. Perseroan hanya menganggarkan belanja modal (capital expenditure/Capex) organik senilai US$25 juta.
Belanja modal tersebut dirogoh dari utang perbankan sebesar 80%. Perseroan tahun ini membidik pendapatan yang diraih dapat tumbuh lebih dari 10% year-on-year.
Direktur Sugih Energy Ferdinand Terdy H. menambahkan rencana akusisi masih terbuka sejalan dengan keinginan pemegang saham SUGI. Manajemen SUGI masih memantau kondisi pasar, baik global, maupun domestik.
"Kami menunggu window dan timing yang tepat dalam melaksanakan akuisisi," imbuhnya.
Direktur Utama Sugih Energy Riyanto Soewarno dalam paparan publik mengatakan anjloknya harga minyak dunia hingga US$27 per barel dipastikan bakal menekan kinerja emiten Migas. Padahal, biaya untuk memproduksi minyak mencapai sekitar US$27 per barel.
Sebagai bos baru di SUGI menggantikan Muhammad Hussein sebagai kepanjangan tangan Dapen Pertamina, Riyanto memastikan perseroan bakal beralih fokus dari produksi minyak menjadi gas. Bos baru SUGI itu telah berhitung cermat untuk beralih ke sektor tersebut lantaran saat ini penjualan gas dinilai lebih menarik ketimbang minyak mentah.
"Kami sekarang fokus ke gas karena biayanya lebih kecil. Kami menunggu harga minyak baik lagi, gas sekarang lebih menguntungkan," paparnya.
Riyanto menempati pucuk pimpinan SUGI secara resmi melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) Kamis (21/1/2016), di Finacial Club, Graha CIMB Niaga Jakarta. Riyanto menggantikan Hussein yang sebelumnya didaulat sejak November 2015.
Tahun ini, manajemen SUGI membidik target produksi gas 10 juta standar kaki kubik per hari (milion standard cubic feet per day/MMSCFD). Pada 2016, sumur gas Sugih Energy baru menghasilkan setelah investasi dilakukan sejak tahun lalu.
Sepanjang 2015, Sugih Energy mengantongi pendapatan senilai US$4 miliar, meroket 79.900,00% dari periode yang sama tahun sebelumnya US$5 juta. Meroketnya revenue disebabkan beroperasinya bisnis trading, setelah sebelumnya hanya mengandalkan lifting minyak.
Setali tiga uang, Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., Heri Yusup, mengaku distributor gas pelat merah itu masih membuka peluang ekspansi anorganik.
"Mungkin untuk masuk ke sektor hulu, perlu pertimbangan terlebih dahulu. Kalau lihat situasi sekarang, global lagi banyak tekanan," ujarnya saat dihubungi Bisnis.com.
Manajemen memerkirakan hanya akan mengganggarkan belanja modal lebih rendah dari tahun lalu US$800 juta. Penurunan Capex tahun ini terjadi akibat penurunan daya beli konsumen.
Lebih lanjut, Heri menjelaskan delapan investor asing mengincar Lapangan Migas Blok South Sesulu yang dimiliki oleh anak perseroan, PT Saka Energi Indonesia. Anak usaha PGN tersebut bergerak di bidang hulu minyak dan gas bumi dan menjadi operator Lapangan Blok South Sesulu.
Sampai saat ini, proses penjajakan tersebut masih terus berlangsung dan ke delapan investor dari sejumlah negara itu telah menyampaikan minatnya untuk menjadi mitra kerja SAKA dalam pengembangan blok South Sesulu.