Bisnis.com, JAKARTA--Ketika harga minyak mentah dunia terus tenggelam hingga US$25 per barel, nyaris menyentuh biaya produksi, saham emiten minyak dan gas dalam negeri pun berguguran.
Bahkan, kinerja emiten Migas yang memaksa terus berproduksi bakal kolaps. Bagaimana tidak, perusahaan-perusahaan Migas di Tanah Air harus menjual rugi hasil produksinya, lantaran biaya untuk menghasilkan Migas, tak sebanding dengan harga jual di pasaran.
Lantas, bagi investor, apakah melorotnya harga minyak dunia menjadi akhir dari portofolio investasi? Untuk menjawabnya, perlu terbang ke Amerika Serikat dan belajar dari orang terkaya ke-13 dunia, Warren Buffet, versi majalah Forbes dengan kekayaan ditaksir mencapai US$60 miliar setara dengan Rp834 triliun.
Miliarder pemilik Berkshire Hathaway Inc., Warren Buffett, memang selalu memberi kejutan. Saat harga minyak terus ambrol ke level terendah dalam 12 tahun terakhir hingga di bawah US$30 per barel, Buffet justru menambah portofolionya di perusahaan kilang minyak Philips 66.
Tak tanggung-tanggung, Buffett, seperti dilansir Bloomberg, menambah kepemilikan saham dalam 7 hari perdagangan berturut-turut. Buffett merogoh kocek hingga US$450 juta setara dengan Rp6,25 triliun (Kurs Rp13.900/US$) untuk memborong lebih dari 6 juta lembar saham Phillips 66.
Perusahaan Buffett, Berkshire, menggenggam 13% saham Phillips 66 senilai US$5,3 miliar setara Rp73,67 triliun, berdasarkan penutupan saham Kamis (14/1) pada level US$79,28 per lembar. ()